
Sosok Anisa yang mirip Alisa
…
Burhan pun sempat kaget melihat tulisan di batu nisan adik Bayu. Seketika ingat dengan Alisa dan mimpi mimpinya.
“Tidak mungkin jika tidak ada kaitan antara mimpi Alisa dengan kejadian ini,” batin Burhan.
Nama Anisa yang tertera di batu nisan menimbulkan banyak pertanyaan pada diri Burhan dan Maisaroh. Peristiwa mobilnya masuk ke makam yang tak masuk akal dan mimpi Alisa yang selalu didatangi sosok perempuan seperti menjadi sebuah petunjuk rangkain peristiwa.
“Apakah sosok perempuan yang mendatangi Alisa dalam mimpi adalah Anisa adiknya bayu?” batin Burhan. Namun, apa alasannya sampai Anisa mendatangi Alisa dalam mimpi. Apakah Anisa adik Bayu tidak setuju jika Abangnya dekat dengan Alisa.
Kemudian Burhan dan Maisaroh duduk di dekat makam kedua orang tua Bayu dan adiknya. Meskipun ketiga makam tersebut tertimpa mobil mereka. doa-doa dipanjatkan untuk keluarga Bayu. Arya Dwi Pamungkas ayah Bayu, Dewi ibunya Bayu dan Anisa adiknya Bayu. Semua disebut oleh Burhan saat mengirimkan doa.
Sejauh itu, Burhan dan Maisaroh belum membuka jati dirinya. Mereka belum ingin Bayu tahu jika mereka adalah orang tua Alisa kekasih Bayu. Karena kedua orang tua Alisa masih penasaran dengan Bayu dan keluarganya.

Kejadian yang mereka alami membuat Burhan merahasiakan jika Alisa adalah anak gadisnya. Ada kecurigaan yang tanpa diketahui pasti. Namun, Burhan dan Maisaroh merasakan ada sebuah larangan atau penentangan jika Alisa dekat dengan Bayu.
“Kamu bilang tadi, besok adalah peringatan seribu hari ibumu, Nak. Apakah kami diperkenankan mengunjungi rumahmu dan berbicara dengan nenekmu?” tanya Burhan.
“Tentu saja, bahkan dengan senang hati, Pak. Namun, ada keperluan khusus atau sekadar mengatakan kejadian ini?” tanya Bayu.
“Setidaknya, kami harus meminta maaf atas apa yang terjadi kepada nenekmu,” jawab Burhan.
“Satu lagi Nak Bayu, Ibu mau tanya. seandainya adikmu ini masih hidup usianya berapa sekarang?” tanya Maisaroh.
Bayu yang semula biasa saja, jadi sedih mendengar pertanyaan Maisaroh. Kenangan manis dengan Anisa adiknya kembali teringat. Sehingga membuat Bayu hampir meneteskan air mata.
“Maafkan Ibu, jika tidak berkenan tidak perlu dijawab,” kata Maisaroh.
“Bukan Bu, saya hanya ingat adik saya. Saya sangat menyayanginya, kalau dia masih ada usianya sekarang sembilan belas tahun,” jawab Bayu.
“Sembilan belas tahun—” Maisaroh tidak jadi melanjutkan ucapannya. Hampir saja mengatakan jika usia Anisa sama dengan usia Alisa anaknya. Namun, dia jadi ingat jika harus merahasiakan jika mereka adalah orang tua Alisa.
Cukup lama Burhan dan Maisaroh berada di makam tersebut. Usai berdoa Burhan dan Maisaroh tidak langsung meninggalkan makam. Mereka masih berbincang seputar keluarga bayu yang telah tiada semua.


“Tidak tampak sikap yang kurang baik pada anak ini. Namun, kenapa seperti ada penghalang baginya berhubungan dengan Alisa anakku,” kata Burhan dalam hati.
Dari cerita mimpi yang dialami Alisa, hingga mobil mereka terjebak di makam menjadi bahan pemikiran Burhan dan Maisaroh.
“Kenapa aku merasa sedih tanpa tahu sebabnya. Pak, sebaiknya kita segera menemui Neneknya bayu,” kata Maisaroh.
“Aku juga berpikir begitu, tapi kita hanya bisa jalan kaki. Karena mobil kita belum bisa keluar,” jawab Burhan.
“Apa perlu saya bonceng dengan motor satu persatu, Pak, Bu?” tanya bayu.
“Tidak usah, Nak biar kami jalan kaki saja. Bukankah jaraknya tidak jauh?” tanya Burhan.
“Cukup jauh juga kalau untuk Bapak dan Ibu. Daripada capek, saya bonceng satu persatu. Nanti, sekalian menginap saja di rumah kami,” kata Bayu.
“Baiklah, tapi kita pamitan dulu dengan Pak Nuril. Sekalian kami mau mengucapkan terima kasih sudah ditolong tadi,” kata Burhan.
“O iya Pak, mari saya antar sekarang,” jawab Bayu.
Baik Burhan maupun Maisaroh menilai bayu adalah pemuda yang sopan. Namun, mereka tidak habis pikir dengan kejadian yang menimpa mereka. Ada hal aneh di balik peristiwa misteri tersebut, Burhan juga ingat ketika Nuril enggan menjawab pertanyaan. Kenapa keluarga bayu dimakamkan di tempat itu. Sementara tinggalnya bukan di tempat tersebut.
…
Nenek Bayu
Singkat cerita, Burhan dan Maisaroh sudah sampai di rumah Bayu. Dia hanya tinggal berdua dengan Sulastri neneknya.
“Nek, ini ada tamu yang akan bicara dengan Nenek,” kata Bayu lembut.
Sikap bayu terhadap neneknya begitu menyentuh hati Burhan dan Maisaroh. Sikap hormat dan lembutnya saat bicara dengan neneknya menunjukkan jika Bayu adalah pemuda yang baik dan sopan.
“Siapa mereka? Tumben ada orang yang mau menemui nenek, Bayu!” seru Sulastri yang sudah berusia lanjut.

“Mereka Pak Burhan dan Bu Maisaroh. Ada sesuatu yang akan disampaikan, tapi nenek jangan kaget,” Kata bayu.
Kemudian Bayu berbisik kepada Burhan, agar berkata perlahan. Karena Neneknya begitu merasa kehilangan. Dewi anak satu-satunya dan Anisa cucu perempuan kesayangannya telah pergi.
“Bu Sulastri sehat? Perkenalkan nama saya Burhan dan ini istri saya Maisaroh,” kata Burhan.
“Alhamdulillah, masih diberi kesehatan dan umur panjang. Nak Burhan ini dari mana?” tanya Nenek Bayu.
“Kami dari kampung Tegal Urip,” jawab Burhan.
“Betu Bu, kami kemari mau mohon maaf,” kata Maisaroh.
“Mohon maaf untuk apa, tidak ada yang salah,” jawab nenek Sulastri.
Perlahan, Burhan dan Maisaroh menceritakan perjalanannya dari rumah. Mereka mengatakan sedang mencari seorang Kyai yang bernama Kyai Usman. Akan tetapi di jalan malah menemui kecelakaan.
“Duh Gusti, kecelakaan bagaimana? Kalian gapapa, menginap di rumah ini saja,” kata Nenek Sulastri.
Burhan dan Maisaroh terdiam sesaat. Mencari kata-kata yang tepat agar Nenek Sulastri tidak kaget. Sesuai dengan permintaan Bayu.
Kemudian dengan hati-hati, Burhan dan Misaroh menjelaskan jika mobil mereka tahu-tahu masuk ke dalam pemakaman dan menimpa makam anak, menantu dan cucu Nenek Sulastri.
“Nenek Sulastri pun kaget, tapi bukan karena makam anak, menantu dan cucunya tertimpa mobil. Melainkan karena mobil Burhan bisa sampai masuk ke makam. Sementara tidak terlihat luka pada kedua orang tersebut.
“Bagaimana ceritanya? O iya Bayu, buatkan mereka minum panas!” seru Nenek Sulastri.
“Oh sampai lupa, maaf Pak, Bu.” Bayu merkata dan bangkit menuju ke dapur untuk membuatkan the manis dan hangat untuk kedua tamunya. Tanpa dia ketahui jika dua orang tersebut adalah orang tua dari Alisa.
“Gak usah repot repot, kami ini sudah membuat masalah masih merepotkan,” kata Burhan.
“Tidak, itu bukan salah kalian, jangan dipikirkan. Makam itu memang akan diperbaiki besok atau lusa. Setelah peringatan seribu harinya Dewi, anakku,” jawab Nenek Sulastri.
Burhan banyak bicara dengan Nenek Sulastri. Sementara Maisaroh memandang sebuah album keluarga yang terpampang di dinding rumah nenek Sulastri. Entah dorongan apa yang membuat Maisaroh mendekati dan memberanikan diri mengambil foto dalam bingkai yang terpasang di dinding.
“Bu, gak sopan dong ambil barang tanpa izin!” tegur Burhan pada Maisaroh istrinya.
“Iya, maaf Bu Lastri. Saya penasaran dengan foto ini. Apakah ini anak, menantu dan cucu nenek?” tanya Maisaroh.
“Tidak apa, iya itu foto keluarga anakku Dei bersama suami dan anak-anaknya. Anak yang cewek tersebut yang dimakam itu,” kata Nenek Sulastri.
“Perhatikan Pak, anak perempuan ini kenapa mirip dengan Alisa anak kita!” bisik Maisaroh kepada Burhan.
Burhan pun menatap tajam foto yang dipegang Maisaroh. Dalam foto tersebut tampak sepasang suami istri bersama kedua anaknya. Anak pertama lelaki jelas Bayu yang sudah mereka temui. Kemudian anak kedua seorang gadis kecil yang masih berusia SMP.
“Itu foto terakhir cucu perempuanku, dia tewas bersama ayahnya kecelakaan,” kata Nenek Sulastri.
Burhan pun terbelalak, melihat foto Anisa yang mirip dengan Alisa anaknya di usia yang sama. Alisa anaknya ketika SMP wajahnya juga seperti almarhum Anisa. Namun, Maisaroh tidak sekadar melihat sebuah kemiripan wajah. Ada getaran aneh saat melihat foto Anisa, tapi tidak bisa mengerti kenapa.
…


