
Renungan 7: Tiga Perkara yang Menyelamatkan – Keselamatan dalam Islam bermakna bebas dari marabahaya dunia dan terbebas dari murka Allah serta selamat di akhirat kelak. Rasulullah ﷺ telah menunjukkan tiga sikap utama sebagai perisai jiwa dari azab Allah. Hal ini sebagaimana disebut dalam hadits dari Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
«ثَلَاثٌ مُنْجِيَاتٌ: الْعَدْلُ فِي الْغَضَبِ وَالرِّضَا، وَالْقَصْدُ فِي الْفَقْرِ وَالْغِنَى، وَخَشْيَةُ اللَّهِ فِي السِّرِّ وَالْعَلَانِيَةِ»
“Tiga perkara yang menyelamatkan: bersikap adil dalam keadaan marah maupun ridha, bersikap hemat dalam keadaan miskin maupun kaya, dan takut kepada Allah dalam keadaan rahasia maupun terang-terangan.” (HR. at-Thabrani, al-Mu’jam al-Kabir)
Adil dalam Keadaan Marah dan Ridha
Keadilan merupakan asas seluruh ajaran syariat. Dalam kondisi netral, bersikap adil tidaklah sulit. Namun ujian sejati datang ketika emosi memuncak: saat marah karena merasa dizalimi, atau saat ridha terhadap sesuatu yang menyenangkan hati.
Allah ﷻ memerintahkan:
وَإِذَا قُلْتُمْ فَاعْدِلُوا وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَى
“Dan apabila kamu berkata, maka berlaku adillah, sekalipun terhadap kerabatmu.” (QS. Al-An’am: 152)
Sikap adil ketika marah melatih jiwa agar tidak membalas dendam secara berlebihan, tidak menyakiti lebih dari yang diperlukan, dan tetap menggunakan hukum yang benar.
Demikian pula, ketika ridha terhadap seseorang, jangan sampai cinta membuat kita menutup mata dari keadilan.
Baca Juga:

Renungan 6: Sibuk Yang Melalaikan, Akibatnya Melupakan Allah https://sabilulhuda.org/renungan-6-sibuk-yang-melalaikan-akibatnya-melupakan-allah/
Hemat dalam Kefakiran dan Kekayaan
Sikap al-qashdu (pertengahan) adalah pilar hidup Islami. Islam menolak ekstrimisme dalam pengeluaran dan menganjurkan keseimbangan antara kebutuhan dan kemampuan.
Allah ﷻ menegaskan:
وَلَا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَىٰ عُنُقِكَ وَلَا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُومًا مَّحْسُورًا
“Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.” (QS. Al-Isra’: 29)
Baik orang fakir maupun orang kaya bisa terjebak dalam sikap tidak seimbang: fakir menjadi terlalu hemat hingga pelit karena takut miskin, dan kaya menjadi berlebih-lebihan karena merasa berkuasa atas hartanya.
وَٱلَّذِينَ إِذَآ أَنفَقُوا۟ لَمۡ يُسۡرِفُوا۟ وَلَمۡ يَقۡتُرُوا۟ وَكَانَ بَيۡنَ ذَٰلِكَ قَوَامٗا
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.” (QS. Al-Furqan: 67)
Rasulullah ﷺ memperingatkan bahayanya sikap kikir:
“وَإِيَّاكُمْ وَالشُّحَّ، فَإِنَّهُ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ…”
“Dan jauhilah sifat kikir, karena sesungguhnya sifat kikir itu membinasakan orang-orang sebelum kalian…”
(HR. Muslim, no. 2578)
Orang yang selamat adalah yang mampu menyeimbangkan antara mencukupi kebutuhan, memberi kepada yang berhak, dan menjaga dari pemborosan.
Takut kepada Allah Dalam Keadaan Rahasia Dan Terang-terangan
Takut kepada Allah (khauf) dalam semua keadaan adalah tanda keikhlasan sejati. Bukan hanya di depan orang banyak (dalam ibadah formal), tetapi juga dalam sepi, saat tidak ada yang melihat kecuali Allah.
Allah ﷻ berfirman:
مَّنْ خَشِيَ الرَّحْمَـٰنَ بِالْغَيْبِ وَجَاءَ بِقَلْبٍ مُّنِيبٍ
“(Yaitu) orang yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sedang Dia tidak melihat-Nya, dan dia datang dengan hati yang bertobat.” (QS. Qaf: 33)
Orang yang takut kepada Allah di kala sendiri adalah orang yang benar-benar mengenal keagungan dan pengawasan-Nya. Rasa takut ini tidak menakutkan secara negatif, tetapi membuat hamba selalu menjaga dirinya dari maksiat dan malas dalam ibadah.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ… وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ”
“Tujuh golongan yang akan mendapat naungan Allah pada hari yang tiada naungan selain naungan-Nya… dan seseorang yang mengingat Allah dalam kesendirian lalu menetes air matanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Tiga hal yang menyelamatkan sebagaimana disebutkan Rasulullah ﷺ merupakan panduan praktis yang sangat relevan di setiap zaman:
1. Adil dalam semua kondisi emosional.
2. Hemat dan seimbang dalam kondisi ekonomi apapun.
3. Takut kepada Allah secara konsisten, baik dalam kesendirian maupun di hadapan manusia.
Ketiganya membentuk insan yang utuh: adil, seimbang, dan bertakwa. Dan dengan itu, ia dijauhkan dari murka dan azab Allah, serta diringankan langkahnya menuju surga.
Doa Penutup
اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِنَ الْعَادِلِينَ فِي الْغَضَبِ وَالرِّضَا، وَمِنَ الْمُقْتَصِدِينَ فِي الْفَقْرِ وَالْغِنَى، وَمِنَ الْخَاشِينَ لَكَ فِي السِّرِّ وَالْعَلَانِيَةِ، وَاخْتِمْ لَنَا بِخَيْرٍ، وَاجْعَلْنَا مِنْ أَهْلِ رِضْوَانِكَ وَجَنَّاتِ النَّعِيمِ، آمِينَ.
Artinya:
“Ya Allah, jadikanlah kami termasuk orang-orang yang adil dalam keadaan marah maupun ridha, yang bersikap pertengahan dalam kefakiran dan kekayaan, dan yang takut kepada-Mu di kala sendiri maupun di hadapan manusia.
Tutuplah hidup kami dengan kebaikan, dan jadikanlah kami termasuk penghuni keridhaan-Mu dan surga penuh kenikmatan. Aamiin.”
Oleh: Ki Pekathik