
Ragam Upacara Adat Khas Sleman – Kabupaten Sleman, yang terletak di utara Yogyakarta dan berada di lereng selatan Gunung Merapi, tak hanya di kenal karena alamnya yang subur dan panoramanya yang menawan.
Di balik itu semua, Sleman menyimpan kekayaan budaya yang hidup dan terus di wariskan antargenerasi. Sejumlah upacara adat khas Sleman hingga kini masih di jalankan dengan penuh khidmat, mencerminkan nilai spiritual, kebersamaan sosial, serta penghormatan terhadap leluhur dan alam.
Berikut adalah enam upacara adat utama yang menjadi ciri khas budaya masyarakat Sleman, serta warisan budaya tak benda yang memperkuat identitas daerah ini.
6 Upacara Khas Budaya Masyarakat Sleman
1. Saparan Bekakak Gamping
Di laksanakan setiap hari Jumat di bulan Sapar dalam penanggalan Jawa, Saparan Bekakak merupakan ritual penting yang di gelar di Dusun Ambarketawang, Kecamatan Gamping.
Upacara ini mengenang Kiai Wirosuto, seorang abdi dalem Sri Sultan Hamengkubuwono I yang gugur tertimbun longsor saat menambang batu kapur di Gunung Gamping.
Sebagai bentuk penghormatan, masyarakat membuat sepasang boneka bekakak dari ketan—berwujud pengantin Jawa yang mewakili Kiai dan Nyai Wirosuto. Boneka ini kemudian di arak dalam kirab budaya lengkap dengan gunungan hasil bumi, prajurit berkuda, serta pertunjukan seni rakyat.
Baca Juga:

Manten Lurah Traji: Tradisi Sakral Penghormatan Air Dan Alam Di Lereng Sumbing https://sabilulhuda.org/manten-lurah-haji-tradisi-sakral-di-lereng-sumbing/
Di puncak ritual, boneka bekakak di sembelih secara simbolis. Darah di gantikan oleh juruh (sirup gula merah), sebagai lambang pengorbanan dan pengabdian.
Ritual ini bukan hanya bentuk peringatan, tetapi juga doa bersama untuk keselamatan desa dan kelancaran rezeki seluruh warga.
2. Bersih Desa Sendang Agung
Tradisi Bersih Desa adalah bentuk rasa syukur masyarakat atas berkah kehidupan dan hasil bumi, sekaligus permohonan agar desa di jauhkan dari marabahaya. Di Sendang Agung, Minggir, ritual ini di gelar secara meriah dengan melibatkan seluruh warga.
Warga membawa sesaji tumpeng, ingkung ayam, dan arak yang di letakkan di tempat-tempat keramat seperti sendang (mata air) dan balai desa.
Ritual di lanjutkan dengan kenduri bersama, pertunjukan seni, serta pentas budaya seperti wayang kulit, jathilan, atau gejog lesung. Acara ini menguatkan rasa kebersamaan dan gotong royong, mempererat tali silaturahmi sekaligus menjaga kelestarian adat.
3. Sadranan Agung Pangeran Poeroeboyo
Dilaksanakan di Dusun Wonokerto, Turi, upacara ini merupakan ritual tahunan untuk mendoakan arwah leluhur, khususnya tokoh Pangeran Poeroeboyo—salah satu bangsawan pengikut Pangeran Diponegoro yang di makamkan di kawasan tersebut.
Upacara sadranan agung ini berfungsi sebagai momentum spiritual dan sejarah. Warga mengenakan pakaian adat, menggelar kirab budaya, tabur bunga, serta kenduri di sekitar makam.
Pada malam harinya, acara di lanjutkan dengan wayangan semalam suntuk, sebagai wujud penghormatan terhadap leluhur sekaligus hiburan rakyat yang sarat makna moral.
4. Becekan (Memetri Kali)
Becekan atau Memetri Kali adalah tradisi adat yang di lakukan oleh masyarakat di wilayah lereng Merapi, khususnya di sekitar Sungai Gendol, Cangkringan. Tujuan utamanya adalah memohon hujan, menjaga kelestarian sungai, serta meminta perlindungan dari bencana alam seperti banjir lahar atau kekeringan.
Warga membawa sesaji ke sumur atau sungai yang di anggap keramat, di iringi dengan kirab budaya dan pertunjukan seni. Ritual ini menjadi wujud rasa hormat terhadap air sebagai sumber kehidupan, serta refleksi atas pentingnya hidup selaras dengan alam.
5. Tuk Sibedug
Tuk Sibedug adalah mata air keramat yang berada di Dusun Margodadi, Seyegan. Di tempat ini, setiap tahun warga mengadakan upacara sebagai bentuk penghormatan terhadap Sunan Kalijaga, tokoh Wali Songo yang di percaya pernah melakukan perjalanan spiritual dan menyebarkan Islam di daerah tersebut.
Ritual di awali dengan kirab menuju sumber air Tuk Sibedug, membawa gunungan makanan dan sesaji. Acara di lanjutkan dengan kenduri dan pertunjukan seni rakyat, seperti tari, musik tradisional, dan pembacaan doa bersama.
Upacara ini merekatkan nilai-nilai spiritual Islam dan tradisi lokal, membangun harmoni antara agama dan budaya.
6. Labuhan Merapi
Sebagai upacara paling sakral, Labuhan Merapi di laksanakan oleh abdi dalem Kraton Yogyakarta sebagai bagian dari rangkaian Labuhan Ageng yang juga di lakukan di Pantai Parangkusumo dan Gunung Lawu. Labuhan Merapi bertempat di kawasan Pasarean atau petilasan lereng Merapi.
Ritual ini bertujuan untuk memohon keselamatan dari bencana alam, khususnya letusan gunung. Abdi dalem membawa ubarampe seperti kain, makanan, bunga, dan potongan kuku atau rambut Sultan yang kemudian di labuhkan sebagai simbol persembahan kepada alam.
Tradisi ini menjadi jembatan spiritual antara raja, rakyat, dan alam semesta.
Warisan Budaya Takbenda Sleman
Tak hanya upacara adat, Sleman juga memiliki delapan Warisan Budaya Takbenda (WBTb) yang diakui secara nasional. Di antara yang paling menonjol adalah:
Jathilan Lancur
Merupakan bentuk awal dari kesenian jathilan, yang di tampilkan secara sederhana tanpa tata busana gemerlap. Penari cukup mengenakan pakaian tradisional desa dan menari menggunakan kuda lumping dari anyaman bambu, di iringi irama musik sederhana.
Jathilan Lancur menonjolkan semangat komunal, spiritualitas, dan kesederhanaan sebagai inti seni rakyat.
Mitos Gunung Merapi
Gunung Merapi bukan hanya gejala geologis, tetapi juga dianggap makhluk hidup yang memiliki penjaga spiritual, yakni Eyang Merapi. Masyarakat di lereng gunung memiliki tradisi lisan berupa cerita-cerita tentang pertanda alam, hubungan manusia dengan roh penjaga.
Dan pentingnya menjaga keseimbangan dengan alam. Mitos ini menjadi pedoman hidup sekaligus etika ekologis yang di wariskan turun-temurun.
Tambak Kali
Upacara Tambak Kali adalah tradisi pemeliharaan sungai, di lakukan oleh warga Sleman sebagai bentuk syukur atas air dan permohonan keselamatan serta kemakmuran. Dalam upacara ini, warga membawa sesaji ke sungai dan melarungnya sebagai simbol pengembalian berkah kepada alam.
Tradisi ini memperkuat kesadaran ekologi, spiritualitas, dan budaya gotong royong.
Penutup: Tradisi sebagai Nafas Kolektif Masyarakat Sleman
Beragam upacara adat dan warisan budaya takbenda di Sleman bukan sekadar ritual masa lalu. Ia adalah nafas kolektif yang hidup, mengajarkan kita tentang kesetiaan pada warisan leluhur, pentingnya menjaga hubungan dengan alam, serta nilai gotong royong yang memperkuat kohesi sosial.
Dalam dunia yang bergerak cepat dan modern, Sleman menunjukkan bahwa melestarikan budaya tradisional bukanlah langkah mundur, melainkan cara bijak untuk menjaga jati diri dan harmoni kehidupan.
Upacara seperti Saparan Bekakak, Bersih Desa, Labuhan Merapi, hingga kisah Eyang Merapi semua adalah harta budaya yang tak ternilai, sekaligus pesan luhur bagi masa depan.
Baca Juga: Melestarikan Warisan Budaya Dengan Jamasan
Oleh: Ki Pekathik













