Jejak Terakhir dan Pertemuan dengan Dukun Sakti
Pagi itu, udara di padepokan Kyai Rasyid terasa berbeda. Hanan berdiri di serambi masjid kecil, menatap embun yang perlahan hilang tersapu hangat mentari. Hatinya masih campur aduk setelah pembicaraan malam sebelumnya dengan Bayu.
Kalimat “Aku titip Alisa padamu” terus terngiang di telinganya, membuat dadanya sesak dan hangat dalam waktu yang bersamaan.
Namun, pagi itu bukan waktu untuk larut dalam perasaan. Suara langkah Kyai Rasyid yang pelan tapi berwibawa memecah lamunannya.
“Hanan,” suara Kyai Rasyid dalam dan tenang. “Saatnya kau turun tangan lebih jauh. Hanggara tak akan tumbang hanya dengan tuduhan. Kita butuh saksi hidup. Bukti kuat. Dan seseorang yang masih selamat dari kebiadaban mereka… ada di luar sana.”
Hanan menunduk hormat. “Insya Allah, Kyai. Saya siap.”
“Perjalananmu tidak akan mudah. Anak buah Hanggara kini tidak hanya mengandalkan kekerasan duniawi. Mereka menyewa seorang dukun sakti… konon mampu mengunci ruh manusia dan mengaburkan jejak kebenaran. Kau harus waspada,” lanjut Kyai Rasyid.

Hanan menarik napas panjang. Ia bukan asing dalam dunia spiritual—sejak kecil sudah diajari ilmu benteng diri, dzikir, serta ilmu hikmah untuk melindungi diri dari gangguan makhluk halus. Tapi menghadapi dukun sakti? Itu bukan perkara ringan.
Kyai Rasyid lalu memberikan sebuah tasbih kayu cendana dan selembar doa bertuliskan ayat-ayat pilihan.
“Tasbih ini dari guruku,” kata Kyai Rasyid pelan. “Jika kau terguncang, genggam ini. Dzikirkan dengan hati, bukan hanya lisan. Dan ini,” ia menyerahkan lembar doa, “baca dengan penuh keyakinan. Insya Allah, pertolongan Allah lebih kuat dari tipu daya setan.”
Hanan menerima amanah itu dengan takzim.
…
Menelusuri Jejak Saksi Hidup
Hanan bergerak menuju sebuah desa terpencil di ujung barat kota. Desa itu disebut-sebut menjadi tempat persembunyian seorang sopir truk bernama Surya, yang pernah dipaksa mengangkut barang-barang ilegal milik Hanggara. Surya menghilang setelah penggerebekan besar-besaran beberapa bulan lalu.
Perjalanan memakan waktu berjam-jam. Jalanan berliku, sepi, dan kadang tertutup kabut tebal. Hanan mengendarai motor tua peninggalan ayahnya. Dalam hati, ia terus berdzikir pelan, menjaga batin tetap tenang.
Sesampainya di desa itu, suasana mencekam. Rumah-rumah tampak tertutup rapat, seakan ada ketakutan yang tak kasat mata menggantung di udara.
Seorang lelaki tua yang sedang duduk di teras memandang Hanan dengan curiga.
“Cari siapa, Nak?” tanya lelaki itu.
“Saya mencari Pak Surya… sopir truk,” jawab Hanan sopan. “Katanya beliau tinggal di sekitar sini.”
Lelaki itu terdiam sesaat. Matanya beralih ke arah hutan kecil di belakang perkampungan. “Kalau kau ke sini mencarinya… hati-hati. Sejak kemarin malam, banyak kejadian aneh. Ada cahaya merah di hutan. Orang-orang takut ke sana.”
Hanan berterima kasih dan melangkah ke arah hutan. Ia tahu, sesuatu menunggu di sana.
…
Serangan Anak Buah Hanggara
Belum jauh masuk, suara ranting patah terdengar dari arah kanan. Tiba-tiba, tiga pria bertopeng muncul dari balik pepohonan. Mereka membawa golok dan rantai besi.
“Berani-beraninya kau cari saksi hidup!” teriak salah satu dari mereka. “Surya tak boleh bertemu siapapun!”
Hanan bersiap. Latihan bela diri yang ia pelajari sejak di pesantren kini diuji. Pria pertama menyerang dengan rantai — Hanan menghindar cepat, lalu menendang lutut lawannya hingga terjatuh. Pria kedua mengayunkan golok, tapi Hanan menangkis menggunakan batang kayu besar dan menyikut lawan hingga pingsan.
Baca Juga:

Qorin (Cerbung Misteri Bab 31) https://sabilulhuda.org/qorin-cerbung-misteri-bab-31/
Yang ketiga jauh lebih kuat. Ia menghajar Hanan bertubi-tubi, hingga Hanan terpojok ke batang pohon. Namun, dalam sekejap, Hanan mengingat nasihat Kyai Rasyid: “Gunakan akal dan tenangkan hati. Jangan melawan amarah dengan amarah.”
Hanan berpura-pura lemah, lalu saat lawannya mendekat, ia menendang perutnya dengan keras dan mengunci tangannya ke belakang. Dengan satu pukulan telak, lawan pun tumbang.
Nafasnya terengah, tapi Hanan tahu ini baru awal.
…
Tanda-Tanda Gangguan Gaib
Saat melangkah lebih dalam ke hutan, udara tiba-tiba berubah dingin. Angin berhenti. Suara burung menghilang. Hanan merinding.
Kabut pekat muncul entah dari mana, dan suara bisikan halus menyelinap di telinganya:
“Pulanglah… pulanglah sebelum kau tak bisa kembali…”
Hanan menggenggam tasbih kayu. Bibirnya bergerak cepat melafalkan ayat kursi. Bisikan itu mendesis keras seperti ular, lalu hilang seketika.
“Jadi… ini benar-benar permainan gaib,” gumam Hanan pelan.
…
Bertemu Surya
Tak lama kemudian, ia menemukan gubuk reyot di tengah hutan. Di dalamnya, seorang pria kurus dengan mata sayu tampak ketakutan — Surya.
“Kau… siapa kau?” suara Surya gemetar.
“Saya Hanan. Saya datang bukan untuk menyakitimu, hanya ingin kebenaran terungkap. Hanggara harus membayar perbuatannya,” jawab Hanan tenang.
Surya terdiam lama. Lalu perlahan ia mengangguk. “Aku tahu rahasia itu… aku tahu di mana barang-barang haramnya disembunyikan. Namun… ada seseorang yang mengawasi kami. Sejak aku kabur, makhluk itu… selalu datang malam-malam.”
Sebelum Hanan sempat bertanya lebih jauh, tanah di sekitar gubuk tiba-tiba bergetar. Bau kemenyan pekat memenuhi udara. Dari kegelapan muncul sosok berjubah hitam, membawa tongkat kayu dan matanya menyala merah.
“Surya… akhirnya kau keluar dari persembunyian,” suara berat dan serak itu menggema.
Surya gemetar ketakutan. “Itu… itu dukunnya…!”
Hanan merasa sedikit gentar melihat penampilan sang dukun. Namun, dia merasa itu hanyalah bisikan setan yang selalu menanamkan keraguan pada manusia. terutama saat ingin berbuat kebaikan.
“Tenang saja, dia masih jauh dan aku yang diincarnya!” seru Hanan.
“Bagaimana mungkin, suara itu sangat jelas!” seru Surya.
Keraguan muncul pada diri Surya. Sehingga Hanan tidak jadi mengajak Surya. Akan tetapi Surya berjanji akan membantu membongkar kebusukan Hanggar. Dia sudah jenuh dengan sepak terjang Hanggara.
“Dia punya aji pameling, menghantarkan suara dari jarak jauh,” kata Hanan.
“Semacam aji Gelap Ngampar milik patih Gajah Mada dulu?” tanya Surya penuh heran.
Hanan yang mendengar juga ikut heran. Surya bisa tahu tentang aji gelap Ngampar milik Patih Gajah Mada menurut sejarah.
Baca Juga: CERITA HOROR – MISTERI RUMAH TUA
“Semacam itu, tapi beda lagi. Ada beberapa ajian yang bisa menghantarkan suara dari jarak jauh,” kata Hanan.
Surya terdiam, dia memiliki sedikit pengetahuan tentang ilmu kesaktian jaman dulu. Meskipun sekadar dari dongeng atau cerita. Namun sama sekali tidak bisa melakukan atau bahkan melihat langsung.
Sementara saat ini dia mendengar atau merasakan sendiri adanya sebuah ilmu kesaktian yang pernah didengarnya.
Hanan meninggalkan Surya dan berpesan agar Surya menemui Kyai Rasyid. Karena Hanan akan melanjutkan perjalanan mencari keberadaan dukun sakti tersebut.
…