Oleh: Ki Pekathik
Manusia Spesial – Di antara manusia yang berjalan di muka bumi, ada golongan yang mendapat amanah besar dari Allah ﷻ. Mereka ini disebut oleh Rasulullah ﷺ sebagai hamba-hamba khusus karena hati mereka dijadikan saluran bagi turunnya nikmat Allah demi kemaslahatan orang lain.
Rasulullah ﷺ bersabda dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam ath-Thabrani dalam al-Mu‘jam al-Kabir:
نَبِىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «إِنَّ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ عِبَادًا يَخْتَصُّهُمُ اللَّهُ بِالنِّعَمِ لِمَنَافِعِ الْعِبَادِ، يُقِرُّهَا فِيهِمْ مَا بَذَلُوهَا، فَإِذَا مَنَعُوهَا نَزَعَهَا مِنْهُمْ، فَحَوَّلَهَا إِلَى غَيْرِهِمْ»
“Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah ada hamba-hamba yang Allah khususkan dengan nikmat-nikmat untuk memberi manfaat bagi hamba-hamba yang lain. Allah akan membiarkan nikmat itu pada mereka selama mereka menyalurkannya (kepada orang lain).
Namun jika mereka menahannya, maka Allah akan mencabutnya dari mereka dan memindahkannya kepada orang lain.” (HR. ath-Thabrani dalam al-Mu‘jam al-Kabir no. 12241 dan al-Baihaqi dalam Syu‘ab al-Iman)
Hamba Yang Menjadi Saluran Rahmat
Hadis ini mengajarkan sebuah prinsip mulia: Allah ﷻ memilih sebagian hamba untuk menjadi jembatan rahmat. Mereka mungkin diberi kekayaan, kecerdasan, kekuatan, pengaruh, atau bahkan kedudukan tertentu, semua itu diberikan agar manfaatnya mengalir kepada masyarakat luas.
Bayangkan sebuah sungai. Airnya mengalir dari hulu, membawa kehidupan bagi sawah, ladang, dan kebun di sepanjang alirannya. Jika air itu terhalang, tanaman akan layu, tanah mengering, dan kehidupan terancam. Begitu pula hamba khusus: selama ia menyalurkan nikmat, aliran keberkahan akan terus mengalir kepadanya.

Amanah Yang Menuntut Keikhlasan
Menjadi hamba yang diistimewakan dengan nikmat bukanlah tanda kemuliaan mutlak, tetapi ujian yang sangat besar. Keistimewaan ini mengandung amanah. Allah ﷻ memantau setiap niat, setiap langkah, dan setiap pemanfaatan nikmat itu.
Ketika nikmat digunakan untuk membantu, menguatkan, dan membangun maka keberkahannya bertambah. Sebaliknya ketika nikmat dipakai untuk kesombongan, menumpuk kekayaan tanpa peduli penderitaan orang lain, atau mempersempit akses orang lain pada kebaikan.
Maka janji Allah dalam hadis ini berlaku: nikmat itu akan dicabut, lalu diberikan kepada orang lain yang lebih amanah.
Tanda-Tanda Hamba Khusus
Tidak mudah mengenali hamba-hamba ini, karena mereka tidak selalu tampil di panggung dunia. Beberapa di antaranya mungkin bekerja tanpa publikasi, namun manfaatnya dirasakan luas. Ada pula yang memiliki harta berlimpah, tetapi hatinya ringan memberi dan wajahnya ramah menyambut.
Baca Juga:

Kebijaksanaan Dalam Menghadapi Ujian https://sabilulhuda.org/kebijaksanaan-dalam-menghadapi-ujian/
Tanda-tanda mereka antara lain:
- Merasa nikmat hanyalah titipan – tidak menganggap kekayaan, jabatan, atau ilmu sebagai milik mutlak.
- Cepat merespons kebutuhan orang lain – ketika mendengar kabar orang yang kesulitan, hatinya tergerak untuk menolong.
- Tidak terikat oleh pujian atau celaan – kebaikan mereka tidak bergantung pada penilaian manusia.
- Konsisten memberi – tidak menunggu surplus untuk berbagi; bahkan di tengah keterbatasan, tetap mengalirkan kebaikan.
Ketika Nikmat Dicabut
Hadis ini juga memberi peringatan yang tegas. Allah ﷻ tidak membiarkan nikmat-Nya diam di tangan orang yang enggan berbagi. Jika seseorang mulai menahan, membatasi, atau menutup akses nikmat tersebut bagi orang lain, maka pencabutan terjadi.
Pencabutan nikmat tidak selalu dalam bentuk yang kasat mata. Terkadang kekayaan tetap ada, tetapi hilang rasa nikmatnya — hati menjadi gelisah, keluarga tidak harmonis, atau muncul beban berat yang menguras energi.
Ada pula yang kehilangan pengaruh dan kepercayaan, walaupun kedudukan masih melekat. Bahkan ada yang benar-benar kehilangan harta atau kekuatan itu, lalu melihatnya mengalir kepada orang lain yang lebih amanah.
Menghidupkan Jiwa Dermawan
Renungan dari hadis ini seharusnya membangkitkan semangat untuk menjadi saluran kebaikan. Tidak semua orang akan menjadi hamba khusus dalam arti yang besar di mata dunia, tetapi setiap orang bisa menghidupkan sifat itu pada skala kehidupannya masing-masing.
Seorang petani bisa menjadi hamba khusus bagi tetangganya dengan berbagi hasil panen. Guru bisa menjadi hamba khusus bagi muridnya dengan ilmu yang bermanfaat. Pedagang bisa menjadi hamba khusus bagi pelanggannya dengan kejujuran dan kemurahan hati.
Dalam Al-Qur’an, Allah ﷻ berfirman:
وَمَا أَنفَقْتُم مِّن شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ
“Dan apa saja yang kamu infakkan, maka Allah akan menggantinya, dan Dia-lah Pemberi rezeki yang terbaik.” (QS. Saba’: 39)
Janji ini selaras dengan hadis tadi: selama nikmat itu dialirkan, Allah ﷻ akan menjaga dan menambahkannya.
Berdoa Menjadi Saluran Kebaikan
Menjadi hamba khusus adalah karunia sekaligus amanah. Tidak ada salahnya memohon kepada Allah ﷻ agar diberi kesempatan menjadi salah satu di antara mereka, dengan niat murni untuk memakmurkan kehidupan orang lain.
Doa yang bisa diamalkan:
اللَّهُمَّ اجْعَلْنِي مِفْتَاحًا لِلْخَيْرِ، مِغْلَاقًا لِلشَّرِّ، وَارْزُقْنِي نِعَمًا أَبْذُلُهَا فِي سَبِيلِكَ
“Ya Allah, jadikan aku pembuka pintu kebaikan, penutup pintu keburukan, dan anugerahkan kepadaku nikmat-nikmat yang dapat aku salurkan di jalan-Mu.”
Menjadi Sungai Kehidupan
Hidup ini terlalu singkat untuk dihabiskan hanya mengumpulkan nikmat tanpa manfaat bagi sesama. Hamba-hamba khusus yang disebut Rasulullah ﷺ memahami bahwa nilai nikmat tidak diukur dari banyaknya yang dimiliki, melainkan dari luasnya manfaat yang dirasakan orang lain.
Selama air sungai mengalir, kehidupan di sekitarnya akan terus tumbuh. Begitu juga manusia: selama kebaikan mengalir dari dirinya, ia akan tetap hidup di hati orang banyak, bahkan setelah jasadnya tiada. Dan selama aliran itu dijaga, Allah ﷻ akan menjaga sumbernya.
Baca Juga: 20 Akhlak Pribadi seorang Guru Menurut KH Hasyim Asy’ari













