Manusia Itu Tempat Salah! Tapi Jangan Berlarut Dalam Kesalahan

Seorang muslim pria sedang berdoa dengan khusyuk, mengenakan pakaian putih dan peci, dengan tulisan “Manusia Tempat Salah, Tapi Jangan Berlarut Dalam Kesalahan” di latar belakang.
Ilustrasi renungan seorang muslim tentang pentingnya menyadari kesalahan dan tidak larut di dalamnya, disertai pesan moral “Manusia Tempat Salah, Tapi Jangan Berlarut Dalam Kesalahan.”

Sabilulhuda, Yogyakarta: Manusia Itu Tempat Salah! Tapi Jangan Berlarut Dalam Kesalahan – Dalam kehidupan di dunia ini, setiap manusia pasti pernah berbuat salah. Tidak ada satu pun di antara kita semuanya  yang sempurna. Sebaik apa pun seseorang itu, setinggi apa pun ilmunya, bahkan seorang ustaz, kiai, atau tokoh agama sekalipun, selama masih bernama manusia, pasti mereka pernah keliru.

Kesempurnaan hanyalah milik Allah, dan kemaksuman hanya diberikan kepada para nabi serta rasul.

Namun yang membedakan manusia baik dan manusia yang lalai bukan pada siapa yang tidak pernah salah, melainkan siapa yang mau mengakui kesalahan, memperbaikinya, dan belajar darinya. Karena sesungguhnya, setiap kesalahan adalah kesempatan Allah untuk mengajarkan kepada kita tentang arti menjadi manusia yang lebih baik.

Kesalahan Adalah Cermin Diri, Bukan Akhir Segalanya

Ketika kita berbuat salah, sering kali kita rasa malu, kecewa, dan penyesalan datang secara bertubi-tubi. Ada yang memilih menutup diri, ada pula yang menolak mengakui kesalahanya karena mereka gengsi. Padahal, kesalahan bukan akhir dari segalanya. Justru dari sanalah pintu perbaikan dibuka oleh Allah.

Allah yang Maha Rahman dan Rahim tidak serta merta menghukum hamba-Nya yang keliru. Sebaliknya, Dia memberi waktu, ruang, dan kesempatan agar kita menyadari kekhilafan dan kembali kepada jalan yang benar.

Itulah wujud kasih sayang Allah kepada manusia, Dia tidak menuntut kepada kita menjadi makhluk yang tanpa dosa, tapi makhluk yang sadar diri dan mau bertobat.

Maka ketika hati kita bergetar setelah melakukan dosa, ketika rasa bersalah itu datang, jangan abaikan. Itu tanda bahwa Allah masih sayang. Ia sedang mengingatkan bahwa masih ada waktu untuk kembali, untuk memperbaiki diri sebelum terlambat.

Baca Juga:

Jangan Terjebak Dalam Lingkaran Kesalahan

Salah satu ujian besar manusia adalah ketika ia sadar telah berbuat dosa, tetapi mereka tetap terjebak di dalamnya. Ada rasa nikmat semu yang meninabobokan hatinya sehingga seolah olah tidak terjadi apa apa, seolah nanti masih bisa tobat. Padahal, dengan kita menunda kebaikan itu adalah salah satu bentuk kelalaian.

Kesalahan yang tidak segera kita koreksi bisa menjadi sebuah kebiasaan, dan kebiasaan yang kita biarkan bisa mengeras menjadi karakter. Itulah mengapa Rasulullah ﷺ mengajarkan umatnya untuk segera bertobat setelah sadar telah berbuat salah. Jangan tunggu nanti. Jangan tunggu waktu senggang. Karena kita tak pernah tahu kapan waktu kita habis.

Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman

وَالَّذِيْنَ اِذَا فَعَلُوْا فَاحِشَةً اَوْ ظَلَمُوْٓا اَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللّٰهَ فَاسْتَغْفَرُوْا لِذُنُوْبِهِمْۗ وَمَنْ يَّغْفِرُ الذُّنُوْبَ اِلَّا اللّٰهُۗ وَلَمْ يُصِرُّوْا عَلٰى مَا فَعَلُوْا وَهُمْ يَعْلَمُوْنَ

Artinya: “Demikian (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menzalimi diri sendiri, mereka (segera) mengingat Allah lalu memohon ampunan atas dosa-dosanya. Siapa (lagi) yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Allah? Mereka pun tidak meneruskan apa yang mereka kerjakan (perbuatan dosa itu) sedangkan mereka mengetahui(-nya)”.  (QS. Ali Imran: 135).

Tanda-Tanda Hati Yang Hidup

Salah satu tanda bahwa hati masih hidup adalah ketika ia mampu merasakan sedih karena dosa. Berbeda dengan hati yang mati, ia malah  justru merasa tenang dalam kesalahan. Tidak lagi malu pada Allah, tidak lagi merasa bersalah saat berbuat maksiat.

Maka bersyukurlah bila kita masih merasa gelisah setelah berbuat dosa. Itu pertanda bahwa hsti nurani kita masih hidup, dan Allah masih memberi kita kesempatan untuk memperbaiki diri. Jangan biarkan hati itu mati hanya karena kita membiarkan dosa yang berlarut-larut tanpa penyesalan.

Mulailah dari hal hal yang kecil, dari ucapan, pandangan, pendengaran, dan perbuatan. Jika dulu sering kali kita menilai orang lain, maka sekarang ini kita mulai untuk belajar menilai diri kita sendiri.

Baca Juga:

Jika dulu kita sering mudah marah dan mencela, maka mulai sekarang ini kita belajar dalam menahan lisan. Itulah langkah-langkah yang sederhana untuk  menuju perubahan yang  besar pada diri kita sendiri.

Tobat Adalah Jalan Menjadi Lebih Baik

Tobat bukan hanya sebatas ucapan “astaghfirullah,” tapi  merupakan suatu tekad dan tertancap dengan kokoh untuk benar-benar berubah. Di dalam renungan para ulama, tobat sejati memiliki tiga syarat:

  • Menyesali perbuatan dosa.
  • Meninggalkan dosa tersebut.
  • Berjanji tidak mengulanginya lagi.

Tobat adalah perjalanan spiritual yang dapat mengembalikan kita kepada fitrah. Dari buruk menjadi baik, dari lalai menjadi sadar, dari jauh menjadi dekat dengan Allah.

Jika kesalahan yang lalu membuat kita semakin rendah hati, lebih berhati-hati, dan lebih taat, maka sesungguhnya kesalahan itu telah menjadi guru yang berharga.

Sebab, kebaikan yang lahir dari pengakuan atas kesalahan disebut birrun  dan ketika sifat baik itu melekat di dalam diri kita, maka jadilah ia mabrurun, seperti haji yang diterima karena mengubah pelakunya menjadi lebih baik.

Menjadi Manusia Yang Terus Belajar

Tidak ada manusia yang luput dari dosa, tapi selalu ada ruang untuk belajar dalam memperbaiki diri. Islam tidak menuntut kesempurnaan, melainkan proses menuju kebaikan.

Jangan biarkan masa lalu menahan langkahmu. Jangan biarkan kesalahan menjadikanmu putus asa. Karena Allah lebih besar dari dosa yang pernah kamu lakukan. Selama nafas masih ada, pintu ampunan-Nya tetap terbuka lebar.

Renungilah sabda Nabi ﷺ:

“Setiap anak Adam pasti berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah mereka yang bertobat.” (HR. Tirmidzi)

Maka teruslah berjalan, teruslah belajar. Jadikan setiap kesalahan sebagai guru, bukan belenggu. Sebab, yang terpenting bukanlah siapa yang tidak pernah salah, tapi siapa yang tidak pernah berhenti memperbaiki diri.

Baca Juga: Kajian Al Hikam Kemenag Majalengka, Dr. Heru Hoerudin: Dosa Tak Menggugurkan Istiqamah, Jangan Putus Asa