Makna Filosofi Jawa Dalam Tiga Pilar Kehidupan: Rasa, Rasio, Dan Rogo

Filosofi Jawa rasa, rasio, dan rogo sebagai panduan keseimbangan hidup antara hati, pikiran, dan tubuh.
Rasa, rasio, dan rogo — tiga pilar kehidupan menurut falsafah Jawa yang mengajarkan keseimbangan lahir dan batin.

Makna Filosofi Jawa Dalam Tiga Pilar Kehidupan: Rasa, Rasio, Dan Rogo – Sebagai orang Jawa, kita sering kali mendengar banyak falsafah hidup yang sarat makna. Salah satunya adalah tentang rasa, rasio, dan rogo.

Tiga kata yang sederhana ini bukan hanya sebagai rangkaian istilah, tetapi sebagai cermin dari bagaimana manusia itu seharusnya menyeimbangkan hidup antara hati, pikiran, dan juga tubuh.

Kalau kita renungkan lebih dalam lagi, ternyata falsafah ini tidak hanya berbicara tentang keseimbangan diri semata. Melainkan juga tentang bagaimana kita dalam menjalani hidup dengan penuh kesadaran dan kebijaksanaan.

Filosofi Jawa rasa, rasio, dan rogo sebagai panduan keseimbangan hidup antara hati, pikiran, dan tubuh.
Rasa, rasio, dan rogo — tiga pilar kehidupan menurut falsafah Jawa yang mengajarkan keseimbangan lahir dan batin.

Makna Filosofi Dari Tiga Pilar Kehidupan Orang jawa

Rasa: Suara Halus Dari Dalam Diri

Dalam pandangan Jawa, rasa adalah bagian yang paling halus dari diri manusia. Rasa bukan hanya soal perasaan, tetapi juga sebagai intuisi yang datang dari hati yang bersih.

Maka dari rasa ini, kita belajar untuk memahami sesuatu tanpa harus banyak bicara. Kita juga diajarkan untuk peka terhadap keadaan, tahu kapan kita harus bertindak, dan kapan harus diam.

Orang Jawa percaya, bahwa rasa adalah jalan untuk mendekatkan diri kepada kebenaran dan kehendak Tuhan. Bila hati kita bersih, maka rasa itu akan menuntun kita ke arah yang benar.

Namun di zaman sekarang ini, di mana kehidupan yang serba cepat dan penuh dengan persaingan. Kita sering kali melupakan suara dari rasa itu. Padahal, dengan jika kita dapat mendengarkan hati yang jernih, hidup kita akan terasa lebih tenang dan bermakna.

“Rasa adalah cahaya dari dalam diri, yang menuntun kita untuk berbuat baik bahkan ketika dunia tak lagi menuntutnya.”

Rasio: Cahaya dari Pikiran Yang Terarah

Kalau rasa adalah hati yang menuntun, maka rasio adalah cahaya dari pikiran yang membantu kita menimbang sesuatu dengan bijak.

Dengan rasio ini, manusia bisa berpikir dengan jernih, mengatur setiap tindakanya, dan mengambil sebuah keputusan secara logis. Tanpa adanya rasio, kita akan mudah terbawa emosi atau tersesat oleh perasaan yang sesaat.

Baca Juga:

Foto hitam putih keluarga Jawa tempo dulu, terdiri dari ayah, ibu, dan anak perempuan dengan ekspresi serius.

Makna Filosofi Jawa Dalam Ungkapan Bibit, Bebet, Bobot https://sabilulhuda.org/makna-filosofi-jawa-dalam-ungkapan-bibit-bebet-bobot/

Namun, akal dengan tanpa hati hanya akan melahirkan rsa kesombongan. Karena itu, orang Jawa selalu mengajarkan kepada kita untuk menyeimbangkan antara rasa dan rasio.

Pikiran boleh tajam, tetapi harus tetap kita barengi dengan kelembutan hati. Di situlah kebijaksanaan sejati akan lahir dari keseimbangan antara logika dan hati nurani.

Rogo: Wadah Tempat Hidup Bersemayam

Sementara itu, rogo atau tubuh adalah wadah dari keduanya yaitu tempat di mana rasa dan rasio itu bisa hidup dan bekerja. Tubuh bukan hanya daging dan tulang, tetapi juga menjadi simbol dari keseimbangan antara dunia lahir dan batin.

Leluhur Jawa mengajarkan, “Ngajeni rogo” menghormati tubuh berarti menjaga kesehatan, makan secukupnya, tidur teratur, dan bekerja dengan niat yang baik.

Tubuh yang sehat akan melahirkan pikiran yang jernih dan hati yang tenang. Begitu pula sebaliknya, hati yang kacau akan sangat mudah melemahkan tubuh.

Makna Bagi Kita Di Zaman Sekarang

Tiga hal ini rasa, rasio, dan rogo  sesungguhnya adalah panduan agar kita bisa hidup dengan seimbang.
Rasa menjaga kelembutan hati, rasio menuntun arah pikiran, dan rogo menjadi alat untuk mewujudkan keduanya dalam tindakan yang sesuai.

Sekarang, ketika kehidupan modern ini sering kali membuat kita terjebak dalam kesibukan tanpa arah, ajaran ini malah justru semakin relevan.

Sebab keseimbangan bukan hanya tentang waktu kerja dan istirahat, tetapi tentang bagaimana kita dalam menata hati, pikiran, dan tubuh agar berjalan seirama.

Tiga kata sederhana ini rasa, rasio, dan rogo mengingatkan kita bahwa hidup yang sejati adalah hidup yang selaras. Selaras dengan diri sendiri, dengan sesama, dan dengan Sang Pencipta.

Baca Juga Artikel Berikut: Blangkon Jogja : Filosofi dan Makna yang Tersirat