Kisah Sahabat Nabi Ali bin Abi Thalib (Part 3)

Ilustrasi Perang Jamal, pasukan Muslim dengan perisai dan pedang, serta Ummul Mukminin Aisyah di atas sekedup unta.
Ilustrasi sejarah Islam tentang Perang Jamal, menampilkan pasukan Muslim dan Ummul Mukminin Aisyah radhiallahu ‘anha yang berada di atas sekedup unta, dijaga oleh para prajurit.

Benih Fitnah Abdullah bin Saba

Kisah Sahabat Nabi Ali bin Abi Thalib – Sejarah Islam telah mencatat banyak peristiwa besar yang menguji keimanan umatnya, salah satunya adalah fitnah yang di tanamkan oleh Abdullah bin Saba dan kelompoknya. Benih-benih fitnah itu akhirnya mencapai puncak setelah terbunuhnya Khalifah Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu.

Tragedi tersebut sangat mengguncang umat Islam, hingga menimbulkan perpecahan. Sebagian sahabat ada yang menuntut agar qishash segera ditegakkan terhadap para pembunuh Utsman. Namun situasi politik pada saat itu tidaklah mudah.

Karena para pelaku pembunuhan itu malah justru berbaur di tengah-tengah kaum Muslimin, sehingga sulit untuk di tindak secara langsung.

Ilustrasi Perang Jamal, pasukan Muslim dengan perisai dan pedang, serta Ummul Mukminin Aisyah di atas sekedup unta.
Ilustrasi sejarah Islam tentang Perang Jamal, menampilkan pasukan Muslim dan Ummul Mukminin Aisyah radhiallahu ‘anha yang berada di atas sekedup unta, dijaga oleh para prajurit.

Perjalanan Aisyah Menuju Basra

Dalam keadaan yang penuh dengankegelisahan itu, kemudian Ummul Mukminin Aisyah radhiallahu ‘anha bersama Thalhah bin Ubaidillah dan Zubair bin Awwam berangkat menuju Basra untuk menuntut keadilan.

Mereka ingin agar umat islam tidak lengah dalam menegakkan hukum Allah. Saat dalam perjalanan, Aisyah singgah di sebuah tempat bernama Haw’ab. Di sana, anjing-anjing menggonggong, dan beliau pun teringat sabda Rasulullah ﷺ: “Siapakah di antara kalian yang akan digonggongi anjing-anjing Haw’ab?”

Hadis itu membuat Aisyah sempat ragu untuk melanjutkan perjalanan. Namun, sebagian orang meyakinkan beliau dengan sumpah palsunya bahwa tempat tersebut bukanlah Haw’ab.

Inilah salah satu bentuk makar dan rekayasa fitnah yang dilancarkan oleh pengikutnya Abdullah bin Saba untuk semakin memperkeruh keadaan.

Usaha Ali bin Abi Thalib Menghindari Pertumpahan Darah

Sementara itu, Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu, yang baru saja di baiat sebagai khalifah, beliau berangkat dari Madinah bersama pasukannya. Hati beliau sebenarnya dipenuhi keinginan untuk menghindari pertumpahan darah sesama Muslim.

Ali ingin menyelesaikan perkara tersebut dengan cara damai. Karena itu, ketika akhirnya bertemu dengan Aisyah, Thalhah, dan Zubair, Ali berusaha menjelaskan duduk perkaranya agar jangan sampai terjadi peperangan.

Baca Juga:

Ilustrasi sahabat Nabi Ali bin Abi Thalib dengan wajah disamarkan, memakai pakaian Arab klasik di tengah suasana Madinah kuno bersama para sahabat.

Kisah Sahabat Nabi Ali bin Abi Thalib (Part 2) https://sabilulhuda.org/kisah-sahabat-nabi-ali-bin-abi-thalib-part-2/

Bahkan, menurut sebagian riwayat, mereka hampir saja mencapai kesepakatan yang damai. Namun pada malam harinya, kelompok penyusup dari kalangan pengikut Abdullah bin Saba melakukan provokasi.

Mereka menyerang secara diam-diam, lalu menyebarkan kabar palsu bahwa serangan itu berasal dari pihak lawan. Fitnah besar pun meledak, dan pada keesokan paginya suasana pecah menjadi pertempuran besar yang di kenal dalam sejarah sebagai sebagai Perang Jamal.

Gugurnya Thalhah Dan Zubair Sebagai Syuhada

Pertempuran berlangsung dengan sengit. Thalhah dan Zubair, dua sahabat besar Nabi ﷺ yang mulia, akhirnya gugur sebagai syuhada. Mendapati hal itu, Ali bin Abi Thalib lalu menangis tersedu, karena beliau sama sekali tidak pernah menginginkan peperangan dengan sesama sahabat Rasulullah.

ketika pertempuran itu berlangsung, Ummul Mukminin Aisyah pada waktu itu berada di atas sekedup (tandu yang di tutup kain). Pasukan yang melindunginya berjuang sekuat tenaga hingga banyak yang gugur.

Sikap Ali terhadap Ummul Mukminin Aisyah

Setelah peperangan usai, Ali menunjukkan sikap seorang khalifah yang  sejati. Beliau memperlakukan Aisyah dengan penuh kehormatan. Beliau mengantarnya kembali ke Madinah dengan pengawalan yang baik dan penuh penghormatan.

Aisyah pun menerima keputusan itu dengan lapang dada. Maka sejak saat itu, beliau tidak lagi terlibat dalam urusan politik, dan lebih banyak menghabiskan waktu untuk mengajar, meriwayatkan hadis, serta beribadah.

Pelajaran Penting dari Perang Jamal

Peristiwa Perang Jamal ini menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi umat Islam. Bahwa fitnah bisa memecah belah bahkan orang-orang terbaik sekalipun. Namun dari tragedi itu pula lahir teladan yang agung dari Ali bin Abi Thalib.

Meski menyaksikan darah sahabat-sahabatnya tertumpah, Ali tetap menegakkan keadilan, menjaga kehormatan, dan tidak menaruh dendam sedikit pun.

Inilah bukti bahwa Ali bukan hanya seorang sahabat Nabi ﷺ yang pemberani, tetapi juga seorang khalifah yang arif, adil, dan penuh kasih sayang terhadap umatnya.

Sikap beliau mengajarkan bahwa kedamaian, penghormatan, dan persaudaraan harus selalu di kedepankan di atas segala bentuk kepentingan politik. Tragedi ini tetap menjadi cermin sejarah, agar umat Islam senantiasa waspada terhadap fitnah yang bisa memecah belah persatuan.

Baca Juga: Kisah Sya’ban, Sahabat Nabi yang Menyesal Saat Sakaratul Maut