Kisah Sahabat Nabi ﷺ Ke-7: Abdurrahman bin Auf (Part-2)

Ilustrasi animasi Abdurrahman bin Auf memegang mangkuk berisi koin emas dengan latar masjid dan langit berwarna keemasan.
Gambar ilustrasi bergaya animasi yang menggambarkan Abdurrahman bin Auf radhiyallahu ‘anhu, sahabat Nabi ﷺ yang dikenal sangat dermawan dan kaya namun tetap rendah hati.

Sabilulhuda, Yogyakarta: Kisah Sahabat Nabi ﷺ Ke-7: Abdurrahman bin Auf (Part-2) – Dalam sejarah Islam, nama Abdurrahman bin Auf radhiyallahu ‘anhu dikenal sebagai salah satu sahabat Nabi ﷺ yang luar biasa dermawan. Beliau juga sangat tangguh dalam perjuangan, dan memiliki hati yang lembut di balik kekayaannya.

Kisah hidupnya beliau ini adalah pelajaran yang berharga tentang bagaimana seorang muslim itu bisa sukses di dunia tanpa melupakan akhirat.

Dari Hijrah Hingga Berbisnis Yang Diberkahi

Ketika berhijrah ke Madinah, Abdurrahman bin Auf ini datang tanpa membawa harta sedikit pun. Semua kekayaannya di Makkah beliau tinggalkan karena cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya. Namun, dalam semangatnya untuk bekerja tidak pernah padam.

Dengan penuh keyakinan, ia hanya berkata kepada Sa’ad bin Rabi’, sahabat Anshar yang menawarinya separuh kekayaannya, “Tunjukkan kepadaku di mana pasar.”

Baca Juga:

Lukisan suasana pasar Arab kuno dengan Abdurrahman bin Auf, sahabat Nabi ﷺ, berdiri tersenyum di tengah para pedagang.

Kisah Sahabat Nabi ﷺ Ke-7: Abdurrahman bin Auf (Part-1) https://sabilulhuda.org/kisah-sahabat-nabi-%ef%b7%ba-ke-7-abdurrahman-bin-auf/

Dari pertanyaan itulah yang menjadi titik awal dari kebangkitan Abdurrahman bin Auf di tanah hijrah tersebut. Ia mulai berdagang dengan jujur dan cerdas. Dalam waktu yang singkat, Allah memberkahinya dengan rezeki yang melimpah.

Namun, kekayaan itu tidak membuatnya lupa diri. Sebaliknya, semakin banyak harta yang ia miliki, semakin besar pula sedekah yang ia keluarkan.

Dermawan Yang Menyentuh Hati Nabi ﷺ

Suatu hari, Abdurrahman bin Auf datang kepada Rasulullah ﷺ dengan membawa 200 uqiyah emas, yaitu jumlah yang sangat besar pada masa itu. Nabi ﷺ kemudian tersenyum melihatnya dan bertanya, “Apakah engkau meninggalkan sesuatu untuk keluargamu?”

Beliau dengan tenang menjawabnya, “Ya, wahai Rasulullah. Aku tinggalkan untuk mereka lebih banyak, yaitu rezeki dan janji Allah serta Rasul-Nya.”

Bahkan ketika dalam peperangan, kedermawanannya itu tak pernah surut. Ketika perang Tabuk, ia menyumbangkan setengah dari seluruh hartanya untuk mendukung pasukan Islam. Rasulullah ﷺ pun mendoakannya dengan kalimat yang menggema dalam sejarah:

“Semoga Allah memberkahi harta yang engkau infakkan dan harta yang engkau sisakan.”

Baca Juga:

Ilustrasi Zubair bin Awwam, sahabat Nabi ﷺ, berdiri teguh di depan pasukan Islam dengan latar matahari terbenam sebagai simbol keberanian dan amanah.

Kisah Sahabat Nabi ﷺ Ke-6: Zubair bin Awwam (Part 4 Selesai) https://sabilulhuda.org/kisah-sahabat-nabi-%ef%b7%ba-ke-6-zubair-bin-awwam-part-4-selesai/

Kesederhanaan Di Balik Kekayaan

Meskipun kaya raya, Abdurrahman bin Auf ini ternyata hidupnya sangat sederhana. Makanan yang ia makan tidak berlebihan, dan pakaiannya tetap bersahaja. Suatu ketika, ia disuguhkan hidangan yang mewah, namun ia malah menangis tersedu.

Ketika beliau ditanya alasannya, ia berkata lirih, “Mus’ab bin Umair lebih mulia dariku. Ia gugur tanpa kain kafan yang layak. Sedangkan aku… telah diberikan dunia yang begitu banyak.”

Tangisnya ini menunjukkan betapa lembut hatinya, beliau selalu merasa khawatir bila nikmat dunia ini dapat membuatnya jauh dari Allah.

Akhir Hayat Yang Mengharukan

Menjelang wafat, Abdurrahman bin Auf memerdekakan banyak budak dan mewariskan kekayaannya yang besar. Namun yang paling menakjubkan adalah, ia tetap dikenal sebagai sahabat yang rendah hati dan penuh rasa kasih sayang.

Utsman bin Affan bahkan turut memikul jenazahnya ke liang lahat sebagai bentuk penghormatan kepada saudaranya yang mulia.

Kisah Abdurrahman bin Auf ini bukan hanya sebatas tentang kekayaan, tetapi tentang bagaimana harta itu bisa menjadi sarana menuju ridha Allah. Ia mengajarkan bahwa kesuksesan sejati bukan diukur dari banyaknya harta, melainkan dari seberapa besar manfaat yang bisa kita berikan untuk umat.

Baca Juga: Kisah Sya’ban, Sahabat Nabi yang Menyesal Saat Sakaratul Maut