Kisah Sahabat Nabi ﷺ Ke-7: Abdurrahman bin Auf (Part-1)

Lukisan suasana pasar Arab kuno dengan Abdurrahman bin Auf, sahabat Nabi ﷺ, berdiri tersenyum di tengah para pedagang.
Ilustrasi Abdurrahman bin Auf ra, sahabat Nabi ﷺ yang dikenal sebagai pedagang sukses, dermawan, dan salah satu dari sepuluh sahabat yang dijamin surga. Lukisan menggambarkan beliau di tengah suasana pasar Madinah yang ramai.

Kisah Sahabat Nabi ﷺ Ke-7: Abdurrahman bin Auf – Dalam perjalanan sejarah Islam, nama Abdurrahman bin Auf selalu muncul sebagai sosok yang unik. Beliau sangat kaya raya, sukses dalam berbisnis, namun ia tetap rendah hati dan dermawan yang luar biasa.

Di tengah gemerlapnya harta yang mudah membuat banyak orang lupa diri, Abdurrahman justru menjadikan kekayaannya itu sebagai jalan untuk menuju akhirat.

Kisah beliau ini tidak hanya tentang angka dan dinar, tapi tentang bagaimana seseorang bisa tetap tegak di antara ujian kelapangan.

Lukisan suasana pasar Arab kuno dengan Abdurrahman bin Auf, sahabat Nabi ﷺ, berdiri tersenyum di tengah para pedagang.
Ilustrasi Abdurrahman bin Auf ra, sahabat Nabi ﷺ yang dikenal sebagai pedagang sukses, dermawan, dan salah satu dari sepuluh sahabat yang dijamin surga. Lukisan menggambarkan beliau di tengah suasana pasar Madinah yang ramai.

Ketika Hijrah Bukan Hanya Pindah Tempat

Saat Rasulullah ﷺ memerintahkan kaum Muslimin supaya hijrah ke Madinah, Abdurrahman bin Auf termasuk yang pertama meninggalkan Makkah. Ia meninggalkan rumah, harta, dan seluruh kenyamanan yang ia miliki. Yang tersisa hanyalah keyakinan bahwa Allah akan mencukupkan.

Sesampainya di Madinah, Rasulullah ﷺ mempersaudarakan antara Muhajirin dan Anshar. Abdurrahman dipersaudarakan dengan Sa’ad bin Rabi’, salah satu orang kaya di Madinah.

Sa’ad menawarkan separuh hartanya, bahkan ia bersedia menceraikan salah satu istrinya agar Abdurrahman bisa menikah dengannya. Hal ini sebagai bentuk persaudaraan yang luar biasa pada masa itu.

Namun, dengan lemah lembut Abdurrahman berkata,

“Semoga Allah memberkahimu dalam harta dan keluargamu. Tunjukkan saja kepadaku di mana pasar.”

Baca Juga:

Lukisan suasana pasar Arab kuno dengan Abdurrahman bin Auf, sahabat Nabi ﷺ, berdiri tersenyum di tengah para pedagang.

Kisah Sahabat Nabi ﷺ Ke-6: Zubair bin Awwam (Part 4 Selesai) https://sabilulhuda.org/kisah-sahabat-nabi-%ef%b7%ba-ke-6-zubair-bin-awwam-part-4-selesai/

Dari Pasar ke Surga

Tidak butuh waktu lama, kecerdasan dan kejujuran Abdurrahman ini membuat beliau kembali sukses. Ia berdagang dengan prinsip halal dan tanpa tipu muslihat. Rezekinya mengalir deras, tapi hatinya tetap terikat pada akhirat.

Ketika perang Tabuk terjadi, Rasulullah ﷺ mengajak para sahabat untuk bersedekah. Abdurrahman datang membawa 200 uqiyah emas, jumlah yang sangat besar. Rasulullah tersenyum melihatnya, lalu berdoa,

“Semoga Allah memberkahimu atas apa yang engkau infakkan dan atas apa yang engkau simpan.”

Antara Kekayaan Dan Ujian

Namun, yang membuat kisah Abdurrahman in istimewa bukan hanya kedermawannya, melainkan kesadarannya bahwa harta juga ujian. Ia pernah menangis mengingat sahabat-sahabatnya yang gugur di medan perang, seperti Mus’ab bin Umair yang meninggal dalam keadaan miskin.

Ia berkata lirih,

“Kami diuji dengan kesusahan, kami bersabar. Kini kami diuji dengan kelapangan, dan aku tidak tahu apakah kami mampu bersyukur.”

Kata-kata ini menunjukkan kedalaman hatinya. Bagi Abdurrahman, ujian terbesar bukanlah kemiskinan, tapi kemampuan menjaga hati ketika dilimpahi kemewahan.

Teladan untuk Kita Hari Ini

Di era modern ini, kisah Abdurrahman bin Auf seperti cermin yang menegur kita. Betapa mudahnya manusia tergoda oleh gengsi dan kemewahan. Namun Abdurrahman ini mengajarkan bahwa kekayaan sejati bukan pada apa yang dimiliki, tetapi pada apa yang diberikan.

Ia menunjukkan bahwa seorang muslim bisa menjadi kaya tanpa kehilangan kesederhanaan, sukses tanpa kehilangan ketulusan.

Akhirnya, kisah Abdurrahman bin Auf ini bukan hanya sebagai sejarah saja, tetapi sebagai pelajaran hidup. Bahwa rezeki yang diberkahi bukanlah yang menumpuk di tangan, melainkan yang mengalir untuk kebaikan.

Baca Juga: Kisah Sya’ban, Sahabat Nabi yang Menyesal Saat Sakaratul Maut