Kisah Sahabat Nabi ﷺ Ke-5: Thalhah bin Ubaidillah – Setelah kita pada bab pertama membahas tentang keteguhan iman dan keberanian Thalhah bin Ubaidillah dalam membela Rasulullah ﷺ di medan perang.
Kali ini kita akan melihat sisi lain dari beliau yaitu dari sisi sifatnya beliau yang lembut, penuh kasih, dan sarat dengan keikhlasan dalam beramal.
Sebab, Thalhah bukan hanya seorang pejuang yang gagah berani, tetapi beliau juga sosok seorang yang dermawan yang hatinya tak pernah lelah dalam berbuat kebaikan.

Kedermawanan Yang Tak Pernah Padam
Thalhah memang sudah sangat terkenal di kalangan para sahabat sebagai orang yang sangat dermawan. Ia tidak segan menginfakkan hartanya untuk kepentingan umat dan membantu orang-orang yang memang membutuhkan.
Di dalam banyak riwayat, disebutkan bahwa ia sering melunasi hutang orang lain tanpa ia minta, bahkan sebelum orang itu sempat meminta bantuan kepada beliau. Bagi Thalhah, harta itu bukan untuk ia simpan, melainkan sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Hidupnya mengajarkan satu hal yang penting:
Iman sejati tidak berhenti di kata-kata, tetapi hidup tindakan yang nyata.
Suatu ketika, ia pernah menjual sebidang tanah dan memperoleh uang dalam jumlah yang besar. Namun, sebelum malam tiba, seluruh uang itu telah ia sedekahkan kepada fakir miskin dan para pejuang di jalan Allah.
Ketika beliau di tanya mengapa ia tidak menyisakan sedikit untuk keluarganya, Thalhah kemudian menjawab dengan tenang,
“Aku khawatir tidur malam ini sementara masih ada hak orang lain di tanganku.”
Begitulah Thalhah, seorang sahabat yang benar-benar memahami makna dari sabda Nabi ﷺ:
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.”
Kelembutan Hati Dan Kepedulian Sosial
Di balik keberaniannya, Thalhah juga di kenal memiliki hati yang lembut. Ia selalu berusaha menjaga hubungan baik dengan sesama sahabat dan tidak pernah menyimpan rasa dendam.
Bahkan saat terjadi peristiwa besar dalam sejarah Islam, seperti fitnah di masa khalifah Ali bin Abi Thalib. Thalhah tetap menunjukkan sikap yang bijak dan penuh dengan keikhlasan.
Baca Juga:

Kisah Sahabat Nabi ﷺ Ke-5: Thalhah bin Ubaidillah (Part-1) https://sabilulhuda.org/kisah-sahabat-nabi-%ef%b7%ba-ke-5-thalhah-bin-ubaidillah-part-1/
Ketika beliau menyadari bahwa langkahnya tersebut bisa menimbulkan perpecahan, Thalhah dengan segera menarik diri dan menyesali atas kekeliruannya. Ia ingin kembali bersatu di dalam kebenaran, tidak ingin ambisi pribadi yang mengalahkan persaudaraan di dalam Islam.
Sikap ini menunjukkan betapa tulusnya hati seorang mukmin yang sejati, yang selalu mendahulukan persatuan umatnya daripada hanya untuk kepentingan dirinya sendiri.
Akhir Hidup Yang Mulia
Thalhah bin Ubaidillah wafat sebagai seorang yang syahid dalam pertempuran Jamal. Namun sebelum meninggal, ia sempat berpesan agar semua hartanya di gunakan untuk membebaskan orang-orang yang terlilit hutang.
Sungguh, hidupnya telah ia habiskan untuk memberi, dan akhir hayatnya pun menjadi bukti bahwa keikhlasan beliau itu yang tak pernah padam.
Rasulullah ﷺ pernah bersabda bahwa Thalhah termasuk sepuluh orang yang dijamin masuk surga (al-‘Asyrah al-Mubasysyirun bil Jannah). Sebuah kehormatan yang menunjukkan betapa tinggi kedudukan beliau di sisi Allah SWT.
Warisan Yang Abadi Untuk Umat
Dari kisah hidup Thalhah ini, kita belajar bahwa kekayaan bukan sebagai ukuran kemuliaan, tetapi bagaimana kita menggunakan apa yang kita punya untuk kebaikan.
Keberanian, keimanan, dan kedermawanan dari Thalhah ini menjadi warisan moral yang abadi, sebuah teladan bagi siapa pun yang ingin hidup bermakna dan di ridhai oleh Allah.
Baca Juga: Kisah Sya’ban, Sahabat Nabi yang Menyesal Saat Sakaratul Maut













