Hikmah Di Balik Takdir Allah

Seorang hamba berdoa di bawah cahaya matahari terbit setelah hujan, simbol ridha dan hikmah di balik takdir Allah.
Ilustrasi seorang hamba yang menemukan ketenangan dalam doa, menggambarkan makna ridha, sabar, dan hikmah di balik setiap takdir Allah.

Oleh: Ki Pekathik

Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an:

كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ ۖ وَعَسَىٰ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ ۖ وَعَسَىٰ أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu kamu benci. Tetapi boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia baik bagimu; dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216)

Ayat ini menjadi petunjuk penting dan bermakna mendalam bagi kehidupan kita. Sering kali manusia merasa berat memikul takdir, merasa teraniaya oleh keadaan, atau terluka karena kehilangan.

Namun Allah mengingatkan: apa yang kita benci bisa jadi membawa kebaikan, dan apa yang kita cintai justru bisa menjerumuskan pada keburukan.

Manusia hanya melihat permukaan: apakah sesuatu menyenangkan atau menyakitkan. Sedangkan Allah melihat hakikat, akibat jangka panjang, serta nilai abadi dari peristiwa tersebut.

Seorang hamba berdoa di bawah cahaya matahari terbit setelah hujan, simbol ridha dan hikmah di balik takdir Allah.
Ilustrasi seorang hamba yang menemukan ketenangan dalam doa, menggambarkan makna ridha, sabar, dan hikmah di balik setiap takdir Allah.

Ujian yang Menyembuhkan Jiwa

Hidup selalu bergulir bersama ujian. Kadang datang berupa kegagalan, sakit, kemiskinan, atau kehilangan orang tercinta. Namun setiap ujian memiliki maksud ilahi: melembutkan hati, membersihkan dosa, dan menguatkan iman.

Rasulullah ﷺ bersabda:

مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حُزْنٍ وَلَا أَذًى وَلَا غَمٍّ، حَتَّى الشَّوْكَةُ يُشَاكُهَا، إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ

“Tidaklah seorang Muslim ditimpa keletihan, penyakit, kekhawatiran, kesedihan, gangguan, maupun kesusahan—bahkan duri yang menusuknya—melainkan Allah akan menghapus sebagian dari dosa-dosanya.” (HR. Bukhari & Muslim)

Hadis ini menunjukkan bahwa setiap rasa sakit adalah rahmat tersembunyi. Air mata menjadi penyuci hati, derita menjadi jalan menuju derajat mulia.

Tipuan Cinta Dunia

Di sisi lain, manusia sering terlalu mencintai dunia: harta, jabatan, dan kesenangan semu. Padahal, cinta dunia bisa menutup pintu kebenaran dan menghancurkan jiwa.

Baca Juga:

Rasulullah ﷺ bersabda:

إِذَا أَحَبَّ اللَّهُ عَبْدًا حَمَاهُ الدُّنْيَا، كَمَا يَظَلُّ أَحَدُكُمْ يَحْمِي سَقِيمَهُ الْمَاءَ

“Apabila Allah mencintai seorang hamba, Dia menjaganya dari dunia, sebagaimana kalian menjaga orang sakit dari sesuatu yang membahayakan.” (HR. Tirmidzi)

Maka, kadang ketika Allah menjauhkan kita dari gemerlap dunia, itu bukan berarti kehinaan, tetapi perlindungan penuh kasih agar jiwa kita tetap selamat.

Belajar Ridha pada Takdir

Pelajaran terpenting dari ayat ini adalah ridha. Ridha menerima dengan lapang dada di mulai dari awal berikhtiar bukan berarti berhenti berusaha.

Allah ﷻ berfirman:

مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ ۗ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ ۚ

“Tidak ada musibah yang menimpa kecuali dengan izin Allah. Dan barang siapa beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya.” (QS. At-Taghabun: 11)

Orang yang ridha hatinya tenang,  tidak tenggelam dalam kesedihan, tidak pula sombong dalam kegembiraan. Baginya, semua datang dari Allah, dan semua kembali kepada-Nya.

Hidup adalah perjalanan antara harapan dan kenyataan. Tidak semua yang kita inginkan akan terwujud, tidak semua yang kita benci bisa kita hindari. Namun di balik setiap takdir, Allah menyimpan rahmat dan hikmah.

Yang pahit bisa jadi obat.

Yang manis bisa jadi racun.

Allah Maha Tahu, sedang kita tidak mengetahui.

Maka, marilah kita belajar ridha, bersabar, dan berprasangka baik kepada Allah. Karena setiap takdir sejatinya adalah cinta Allah yang sedang bekerja—mengarahkan kita menuju kebaikan, baik di dunia maupun di akhirat.

Baca Juga: 20 Akhlak Pribadi seorang Guru Menurut KH Hasyim Asy’ari