Oleh: Ki Pekathik
Sabilulhuda, Yogyakarta: Harta Sejati Adalah Lisan Yang Berdzikir, Hati Yang Bersyukur & Pasangan Yang Beriman – Manusia sejak dahulu hingga kini selalu mengejar sesuatu yang disebut kekayaan. Ia bekerja keras, berjuang, berkompetisi, bahkan terkadang melupakan diri sendiri hanya demi menambah angka di rekening dan memperluas tumpukan harta benda.
Namun, dalam pandangan Rasulullah ﷺ, ukuran sejati kekayaan tidaklah terletak pada banyaknya harta, rumah megah, atau kendaraan mewah, melainkan pada kedamaian batin dan keberkahan hidup yang berakar dari hati yang dekat dengan Allah.
Hadits tentang Hakikat Kekayaan
Rasulullah ﷺ bersabda:
عَنْ ثَوْبَانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ
«مَنْ أَصْبَحَ آمِنًا فِي سِرْبِهِ، مُعَافًى فِي جَسَدِهِ، عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ، فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا بِحَذَافِيرِهَا»
(رواه الترمذي)
Artinya: “Barang siapa di waktu pagi merasa aman di tempat tinggalnya, sehat badannya, dan memiliki makanan untuk hari itu, maka seakan-akan seluruh dunia telah diberikan kepadanya.” (HR. At-Tirmidzi)
Hadits ini seolah menyadarkan kita bahwa kebahagiaan sejati bukanlah pada melimpahnya harta, tetapi pada rasa cukup, rasa aman, dan ketenangan hati yang dirasakan dalam kehidupan sehari-hari.
Namun Rasulullah ﷺ juga menyebutkan bentuk harta yang lebih tinggi nilainya, yakni kekayaan ruhani. Dalam hadits lain beliau bersabda:
عَنْ عَبْدِ اللّٰهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُولُ اللّٰهِ ﷺ
«قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ، وَرُزِقَ كَفَافًا، وَقَنَّعَهُ اللّٰهُ بِمَا آتَاهُ»
(رواه مسلم)
Artinya: “Beruntunglah orang yang telah masuk Islam, diberi rezeki yang secukupnya, dan Allah menjadikannya merasa cukup dengan apa yang diberikan kepadanya.” (HR. Muslim)
Dari sinilah kita memahami bahwa “harta sejati” bukanlah harta yang terlihat oleh mata, melainkan yang dirasakan oleh hati — yakni lisan yang berdzikir, hati yang bersyukur, dan pasangan yang beriman.
Baca Juga:
1. Dzikir Sumber Ketenteraman Sejati
Lisan adalah pintu hati. Bila ia digunakan untuk kebaikan, maka hati menjadi bercahaya; bila ia digunakan untuk keburukan, maka hati menjadi gelap. Lisan yang senantiasa basah oleh dzikir adalah tanda hati yang hidup.
Rasulullah ﷺ bersabda:
أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِخَيْرِ أَعْمَالِكُمْ، وَأَزْكَاها عِنْدَ مَلِيكِكُمْ، وَأَرْفَعِهَا فِي دَرَجَاتِكُمْ، وَخَيْرٍ لَكُمْ مِنْ إِنْفَاقِ الذَّهَبِ وَالْوَرِقِ، وَخَيْرٍ لَكُمْ مِنْ أَنْ تَلْقَوْا عَدُوَّكُمْ فَتَضْرِبُوا أَعْنَاقَهُمْ وَيَضْرِبُوا أَعْنَاقَكُمْ؟»
قَالُوا: بَلَى يَا رَسُولَ اللّٰهِ.
قَالَ: «ذِكْرُ اللّٰهِ تَعَالَى»
(رواه الترمذي)
Artinya: “Maukah aku beritahukan kepada kalian amal yang paling baik, paling suci di sisi Tuhan kalian, paling tinggi derajatnya, lebih baik daripada menginfakkan emas dan perak, serta lebih baik daripada kalian berperang lalu memukul dan dipukul di jalan Allah?” Mereka berkata, “Tentu, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “(Yaitu) berdzikir kepada Allah Ta‘ala.” (HR. At-Tirmidzi)
Dzikir bukan hanya melafalkan tasbih, tahmid, dan takbir, tetapi mengingat Allah dalam setiap keadaan — saat bekerja, berbicara, bahkan dalam diam. Lisan yang berdzikir menenteramkan hati, karena setiap sebutan kepada Allah adalah cahaya yang mengikis gelapnya keresahan.
Di dunia modern yang penuh kebisingan dan kegelisahan, dzikir menjadi benteng bagi jiwa. Orang yang lisannya berdzikir akan tetap damai meski hartanya sedikit, karena batinnya selalu bersama Allah yang Maha Kaya.
2. Hati yang Bersyukur Kunci Ketenangan dan Keberkahan
Setelah dzikir, tingkatan berikutnya dari kekayaan sejati adalah syukur. Syukur adalah kemampuan melihat nikmat, bukan hanya menuntut tambahan. Banyak orang memiliki harta, namun hatinya tak pernah puas; sebaliknya, ada yang hidup sederhana namun penuh bahagia karena hatinya tahu cara bersyukur.
Allah ﷻ berfirman:
لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
Artinya: “Jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu; tetapi jika kamu kufur, sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim: 7)
Syukur bukan hanya ucapan “alhamdulillah”, tetapi sikap batin yang memandang segala sesuatu sebagai karunia. Orang yang bersyukur akan memaknai ujian sebagai sarana pembelajaran, kekurangan sebagai cara Allah mendidik, dan kesuksesan sebagai amanah yang harus dijaga.
Rasulullah ﷺ adalah contoh tertinggi dari rasa syukur. Beliau berdiri shalat malam sampai kakinya bengkak, padahal dosa beliau telah diampuni seluruhnya. Ketika ditanya mengapa beliau tetap beribadah dengan begitu tekun, beliau menjawab:
«أَفَلَا أَكُونُ عَبْدًا شَكُورًا»
“Tidakkah aku ingin menjadi hamba yang bersyukur?” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hati yang bersyukur melahirkan ketenangan. Ia tidak dikuasai oleh iri, dengki, atau kegelisahan. Ia tahu bahwa rezeki telah diatur oleh Allah dengan adil. Karena itu, orang yang bersyukur sesungguhnya sedang membuka pintu kelimpahan yang lebih luas — bukan hanya dalam bentuk harta, tapi dalam bentuk ketenangan, keberkahan, dan kasih sayang Allah.
Baca Juga:
3. Pasangan yang Beriman
Bagian ketiga dari harta sejati menurut Rasulullah ﷺ adalah pasangan yang beriman dan meneguhkan dalam ketaatan. Sebab hidup bukan hanya tentang mencari, tetapi juga tentang bersama siapa kita melangkah.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Rasulullah ﷺ bersabda:
«مِنْ سَعَادَةِ الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ: الزَّوْجَةُ الصَّالِحَةُ، وَالْمَسْكَنُ الْوَاسِعُ، وَالْمَرْكَبُ الْهَنِيءُ»
(رواه ابن ماجه)
Artinya: “Di antara kebahagiaan seorang muslim adalah memiliki istri yang salehah, rumah yang luas, dan kendaraan yang nyaman.” (HR. Ibnu Majah)
Pasangan yang beriman adalah penolong dalam ketaatan, bukan sekadar teman di dunia, tapi juga sahabat menuju surga. Dalam rumah tangga yang dibangun di atas iman, cinta menjadi ibadah, kesabaran menjadi penguat, dan perbedaan menjadi sarana saling mendewasakan.
Rasulullah ﷺ sendiri menunjukkan betapa besar peran pasangan yang salehah dalam kehidupan seorang mukmin. Beliau amat mencintai Khadijah r.a. — perempuan beriman yang menenangkan hati beliau di saat dakwah baru bermula dan penuh tekanan.
Khadijah bukan hanya istri, tapi juga sahabat dan penguat jiwa. Ia meyakinkan Rasulullah ﷺ ketika semua orang meragukan, dan ia berkorban tanpa pamrih.
Pasangan yang beriman meneguhkan hati, sebagaimana akar meneguhkan pohon di tengah badai. Dalam hidup, kadang datang ujian, kesempitan, atau kesedihan; dan di saat itulah, pasangan beriman menjadi tempat berlabuh, saling mendoakan dan mengingatkan agar keduanya tetap istiqamah di jalan Allah.
Harta Dunia dan Harta Akhirat
Kekayaan dunia bisa mengelabui pandangan. Ia tampak menenangkan di permukaan, namun sering membawa beban di hati. Sementara kekayaan spiritual — berupa dzikir, syukur, dan pasangan beriman — adalah harta yang nilainya tak bisa dihitung dengan angka.
Rasulullah ﷺ bersabda:
«لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ، وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ»
(رواه البخاري ومسلم)
Artinya: “Kekayaan itu bukanlah karena banyaknya harta benda, tetapi kekayaan sejati adalah kekayaan jiwa.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kekayaan jiwa membuat seseorang tenang walau diuji, sabar walau kekurangan, dan ikhlas walau kehilangan. Ia memiliki harta yang tak akan habis yaitu kedekatan dengan Allah.
Menemukan Makna Hidup dalam Kekayaan Batin
Pada akhirnya, hidup bukan tentang berapa banyak yang kita kumpulkan, tetapi berapa dalam kita memahami makna memberi dan menerima. Harta sejati adalah ketika lisan tak pernah kering dari dzikir, hati tak pernah lupa bersyukur, dan di sisi kita ada pasangan yang meneguhkan langkah dalam keimanan.
Mereka yang memiliki ketiganya — meski tanpa istana dan harta berlimpah — sesungguhnya telah memiliki dunia dan akhirat sekaligus. Karena sesungguhnya, kebahagiaan sejati tidak datang dari kepemilikan, tapi dari ketenangan jiwa yang bersandar kepada Allah.
Sebagaimana sabda Nabi ﷺ yang menjadi penutup renungan ini:
«مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِي سِرْبِهِ، مُعَافًى فِي جَسَدِهِ، عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ، فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا بِحَذَافِيرِهَا»
“Maka, barang siapa pagi ini bangun dengan hati berdzikir, bersyukur, dan ditemani pasangan beriman yang saling menguatkan — sungguh ia telah memiliki seluruh kekayaan dunia”.
Baca Juga: Pesan Menag pada ASN, Jadi Teladan Syukur dan Sabar















