Filosofi Jawa “Tepa Slira” & Makna Tersirat Di Baliknya – Kalimat Tepa Slira ini sering sekali kita dengar dalam nasihat orang Jawa, terutama ketika orang tua atau mbah mbah kita dulu sering mengingatkan agar berhati-hati dalam bersikap.
Secara harfiah, kata tepa berarti menimbang atau mengukur, sedangkan kata slira berarti diri sendiri. Jadi maknanya adalah mengukur diri sendiri sebelum bertindak.
Namun, seperti banyak ungkapan Jawa yang lainnya, makna yang sebenarnya itu tidak sesederhana dari arti katanya. Kata Tepa slira ini ternyata menyimpan makna filosofi yang mendalam.
Yaitu tentang rasa empati, tenggang rasa, dan bagaimana seseorang itu seharusnya hidup selaras dengan orang lain yang ada di sekitarnya.

Empati Sebagai Wujud Kehalusan Budi
Bagi masyarakat Jawa, seseorang yang memiliki sifat tepa slira bukan hanya soal bagaiman mereka bersikap baik. Tetapi juga menjadi cermin dari kehalusan budi dan kematangan diri orang tersebut.
Maka seseorang yang berpegang pada nilai ini, ia akan selalu mempertimbangkan perasaan orang lain sebelum dia berkata atau bertindak.
Walaupun ketika dalam banyak hal kita bebas dalam bersikap, namun orang Jawa percaya bahwa kebebasan itu tetap harus di bingkai dengan rasa hormat. Dengan tepa slira, maka seseorang sebenarnya dia sedang belajar bagaimana cara memahami bahwa setiap tindakan mempunyai dampak bagi orang lain.
Inilah sebabnya mengapa orang Jawa terkenal hati-hati dalam berbicara dan tidak suka menyinggung perasaan orang lain.
Filosofi Dari Tenggang Rasa
Makna dari kata tepa slira ini juga tidak bisa kita lepaskan dari nilai dari tenggang rasa. Yaitu suatu kemampuan untuk menempatkan dirinya sendiri di posisi orang lain. Seseorang yang memiliki tepa slira dia akan berpikir, “Bagaimana kalau aku yang berada di posisi itu?”
Dari kesadaran inilah sehingga muncul sikap yang lembut, sabar, dan tidak gegabah dalam menilai atau bertindak.
Dalam budaya Jawa, tepa slira juga dianggap sebagai bentuk dari kebijaksanaan. Ia mengajarkan bahwa menjaga perasaan orang lain lebih berharga daripada memenangkan sebuah perdebatan. Karena bagi orang Jawa, keharmonisan sosial itu jauh lebih penting daripada ego pribadi sendiri.
Baca Juga:

Filosofi Jawa “Nderek Langkung” & Makna Tersirat Di Baliknya https://sabilulhuda.org/filosofi-jawa-nderek-langkung-makna-tersirat-di-baliknya/
Nilai Yang Terkandung Dalam Tepa Slira
Kalau kita cermati lebih dalam, ada beberapa nilai yang penting yang tersirat di dalam filosofi tepa slira ini:
Kesadaran diri.
Seseorang yang tepa slira ia akan sadar bahwa tindakannya bisa mempengaruhi orang lain. Ia tahu kapan harus berbicara, kapan harus diam, dan kapan harus menahan diri.
Empati dan tenggang rasa.
Nilai utama dari tepa slira adalah kemampuannya dalam memahami perasaan orang lain. Maka dengan begitu, kehidupan sosial akan menjadi lebih damai dan penuh dengan pengertian.
Kesopanan dalam bertutur dan bertindak.
Orang Jawa percaya bahwa tutur kata adalah cermin dari kepribadian dirinya sendiri. Maka dengan tepa slira ini, seseorang akan belajar untuk menjaga ucapannya agar tidak melukai hati orang lain.
Keharmonisan hidup bersama.
Tujuan akhir dari tepa slira ini adalah untuk menciptakan kehidupan yang rukun. Orang Jawa lebih memilih menjaga hubungan baik daripada memperjuangkan hal yang bisa merusak kedamaian.
Makna di Zaman Sekarang
Di zaman sekarang, nilai tepa slira semakin terasa penting. Banyak sekali orang sibuk dengan urusannya sendiri hingga lupa mempertimbangkan perasaan orang lain. Padahal, kebiasaan yang sederhana seperti berpikir sebelum berbicara atau menghormati perbedaan bisa membuat suasana itu menjadi lebih hangat dan penuh saling pengertian.
Jika nilai ini terus kita jaga, bukan hanya budaya Jawa yang lestari, tetapi juga nilai dari kemanusiaan secara universal: saling menghormati dan saling memahami.
Ungkapan Tepa Slira ini memang tampak sederhana, tetapi maknanya begitu dalam. Ia mengajarkan kita untuk lebih peka terhadap sesama, berhati-hati dalam bersikap, dan selalu menjaga keseimbangan dalam hubungan antar manusia.
Dari nilai kecil inilah kita bisa belajar bahwa kebijaksanaan sejati lahir dari hati yang mampu memahami orang lain. Dan seperti banyak filosofi Jawa lainnya, tepa slira juga mengingatkan kita bahwa budi pekerti itu jauh lebih berharga daripada hanya soal pengetahuan.
Baca Juga Artikel Berikut: Blangkon Jogja : Filosofi dan Makna yang Tersirat