Biografi Abuya KH Toifur Mawardi Purworejo – Abuya KH. Toifur Mawardi adalah salah satu ulama kharismatik asal Purworejo yang perjalanan hidupnya penuh dengan teladan. Beliau dikenal sebagai sosok alim, sederhana, serta memiliki kedekatan yang mendalam dengan ilmu dan para guru.
Biografi ini mencoba merangkum perjalanan hidup beliau dari masa kecil, pendidikan, hingga kiprah dakwahnya.

Jejak Keluarga Ulama Yang Penuh Barokah
KH. Toifur Mawardi lahir dari keluarga ulama terhormat di Purworejo. Ayah beliau adalah KH. Muhammad Mawardi, putra dari KH. Hasan.
Seorang saudagar kaya yang pada masanya banyak membantu para kyai di Kabupaten Purworejo. Dari garis keturunan ibunya, KH. Toifur juga memiliki hubungan dengan waliyullah Mbah Imam Puro.
Pernikahan KH. Muhammad Mawardi dengan Nyai Zaman di karuniai dua anak, yaitu: KH. Mujazim (ayah dari KH. Ma’ruf Kedungsari) dan Nyai Halimah (ibu dari KH. Alfan Huda Allah Gedungsari).
Setelah istri pertama wafat pada 1945, KH. Muhammad Mawardi menikah lagi dengan Nyai Shifat Fathonah, putri dari KH. Muslim. Dari pernikahan inilah melahirkan generasi berikutnya, termasuk juga Nyai Khuzaimah yang kelak berjodoh dengan KH. Nur Misbah.
Masa Kecil Beliau Tumbuh Dalam Kesederhanaan & Cinta Ilmu
Abuya KH. Toifur Mawardi lahir pada 8 Agustus 1955. Sejak kecil, beliau sudah menunjukkan kecerdasan yang berbeda daripada anak-anak yang sebayanya. Saat usia empat tahun, beliau sudah di kenal rajin, tekun, dan memiliki semangat belajar yang tinggi.
Pada tahun 1964, Abuya kecil dibawa oleh keluarganya ke Pesantren Al Huda Sugihan, Magelang. Di sinilah beliau mulai menimba ilmu tentang Al-Qur’an, tajwid, fiqih, hingga kitab kuning. Guru-guru beliau antara lain KH. Ridwan Badri, KH. Mansyur Badri, KH. Ali Bakri, dan KH. Nur Misbah.
Baca Juga:

KH. Hasyim Asy’ari! Pendiri Nahdlatul Ulama Dan Benteng Islam Nusantara https://sabilulhuda.org/kh-hasyim-asyari-pendiri-nahdlatul-ulama-dan-benteng-islam-nusantara/
Sejak masih duduk di Madrasah Ibtidaiyah Walisongo, kecintaan Abuya terhadap ilmu sudah terlihat jelas. Beliau bahkan hafal Alfiyah Ibnu Malik dengan lancar sejak lulus MI. Sifat wara’ (menjaga diri dari hal yang haram) juga sudah tampak sejak kecil.
Jika tanpa sengaja hendak makan sesuatu yang syubhat, beliau kerap mendapat mimpi buruk sehingga semakin berhati-hati dalam menjaga makanan.
Kehidupan Sederhana Di Pesantren
Meski berasal dari keluarga ulama, kehidupan Abuya di pesantren penuh dengan kesederhanaan. Beliau sering menahan lapar, bahkan pernah hanya meminum air kamar mandi saat teman-temannya berbuka puasa. Namun kesabaran dan ketekunan beliau inilah yang membuatnya semakin dekat dengan Allah.
Selain belajar kitab, Abuya juga menekuni seni khat. Beliau belajar menulis khot yang indah kepada KH. Muchtar Sakronis dengan berjalan kaki sejauh 12 km. Hasilnya, beliau kemudian di kenal sebagai penulis yang di percaya menjadi khotib di makam keramat Sayyid Muhammad Al Maliki.
Perjalanan Menuntut Ilmu Ke Tanah Suci Mekkah
Tahun 1974 menjadi awal titik penting dalam hidup Abuya KH. Toifur Mawardi. Dengan menjual sebidang tanah pemberian orang tua, beliau kemudian berangkat ke Mekkah Al-Mukaromah untuk memperdalam ilmu agama.
Di tanah suci, Allah mempertemukan beliau dengan seorang ulama besar, yaitu Sayyid Muhammad bin Alawi Al Maliki Al Hasani, seorang waliyullah dan guru para ulama dunia. Abuya berguru langsung kepada beliau dan mendapat banyak ijazah serta sanad keilmuan.
Sayyid Muhammad bahkan memberikan ijazah tertulis khusus yang menerangkan kealiman KH. Toifur. Di bawah bimbingan gurunya, Abuya juga mengamalkan tarekat Idrisiyah yang membuat spiritualitasnya semakin kuat.
Karunia Mimpi Bertemu Rasulullah ﷺ
Salah satu karunia besar yang dialami Abuya adalah seringnya beliau bermimpi bertemu Rasulullah ﷺ. Dalam mimpinya, beliau mendapat petunjuk, nasihat, bahkan doa langsung dari Baginda Nabi. Karena itulah Abuya sangat menjaga kesederhanaan hidup.
Beliau bahkan tidak pernah tidur di ranjang setelah Rasulullah ﷺ bersabda dalam mimpinya, “Aku belum pernah tidur di ranjang.”
Hal ini menjadi bukti kedekatan spiritual Abuya dengan Nabi Muhammad ﷺ, sekaligus teladan bagi umat agar selalu hidup sederhana.
Kembali Ke Tanah Air Dan Membangun Fasilitas Dakwah Di Purworejo
Setelah lebih dari 10 tahun menimba ilmu di Mekkah, pada tahun 1987 Abuya KH. Toifur Mawardi kembali ke Indonesia. Beliau pulang membawa bekal ilmu yang luas dan pengalaman spiritual yang mendalam.
Di Purworejo, beliau mulai membangun fasilitas dakwah dan mendirikan Pondok Pesantren Darut Tauhid Kedungsari, yang hingga kini terus berkembang.
Dalam dakwahnya, Abuya selalu menekankan pentingnya ilmu, kesederhanaan, dan ketulusan niat. Beliau mewariskan pesan agar mencari ilmu bukan semata-mata untuk dunia, melainkan untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Baca Juga: Kementerian Agama dan Bung Hatta (Jejak Sejarah Tokoh Bangsa)
Teladan Yang Patut Dicontoh
Kehidupan Abuya KH. Toifur Mawardi adalah cerminan perjuangan seorang alim yang tidak hanya haus ilmu, tetapi juga kuat dalam kesabaran. Dari masa kecil yang sederhana, perjuangan belajar di pesantren, hingga berangkat ke Mekkah dengan penuh pengorbanan, semua menjadi teladan bagi generasi muda.
Beliau membuktikan bahwa ilmu harus diperjuangkan dengan kesungguhan, kesabaran, dan keikhlasan. Bukan hanya sekadar belajar, tetapi juga mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Wafatnya Sang Ulama Tercinta
Pada usia senjanya, meskipun fisik mulai menua, Abah Thaifur tetap istiqamah dalam ibadah, pengajaran, dan pengasuhan di pesantren. Hingga akhirnya, Allah ﷻ memanggilnya pulang pada usia 70 tahun.
Jenazah beliau dimakamkan pada Rabu, 20 Agustus 2025 pukul 11.00 WIB di komplek pemakaman keluarga, Kedungsari, Purworejo, Jawa Tengah.
Warisan Ilmu Dan Doa Untuk Abuya
Kepergian Abah Thaifur meninggalkan duka yang mendalam, tidak hanya bagi keluarga besar Pondok Pesantren Darut Tauhid Kedungsari. Tetapi juga masyarakat Purworejo serta para ulama dan santri di Indonesia hingga Timur Tengah.
Warisan ilmu, akhlak, dan keteladanan beliau di harapkan dapat terus menginspirasi generasi penerus. Semoga Allah ﷻ menempatkan beliau di tempat terbaik di sisi-Nya, mengampuni segala khilafnya, serta melipatgandakan pahala amal dan jasa beliau kepada umat.
Al-Fatihah untuk almarhum Abah Thaifur.













