Becekan (Memetri Kali) Kelestarian Sungai Gendol

Becekan (Memetri Kali) Kelestarian Sungai Gendol
Becekan (Memetri Kali) Kelestarian Sungai Gendol
Becekan (Memetri Kali) Kelestarian Sungai Gendol
Becekan (Memetri Kali) Kelestarian Sungai Gendol

Becekan (Memetri Kali) Kelestarian Sungai Gendol – Di tengah derasnya arus modernisasi, masih banyak masyarakat di berbagai penjuru Nusantara yang memegang teguh tradisi warisan leluhur. Salah satunya adalah tradisi Becekan (Memetri Kali).

Sebuah upacara adat yang digelar oleh masyarakat di sekitar aliran Kali Gendol, lereng Merapi, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Tradisi ini merupakan perwujudan kesadaran spiritual, ekologis, dan budaya untuk memohon hujan dan menjaga kelestarian sungai—sumber kehidupan yang vital bagi warga.

Becekan bukan sekadar ritual, tapi juga bentuk rasa hormat manusia terhadap alam, khususnya air. Dalam masyarakat agraris, sungai bukan hanya jalur air, tapi juga roh kehidupan, tempat yang disakralkan, dijaga, dan dimintai berkah.

Maka tak heran jika setiap tahunnya, warga desa dengan penuh khidmat mempersembahkan sesaji di sumur dan sungai Gendol, menggelar kirab budaya, dan bermeditasi melalui doa-doa kolektif demi keharmonisan antara manusia dan alam.

Baca Juga:

Tambak Kali: Upacara Adat Daerah Sleman, Yogyakarta

Tambak Kali: Upacara Adat Daerah Sleman, Yogyakarta https://sabilulhuda.org/tambak-kali-upacara-adat-daerah-sleman-yogyakarta/

Makna dan Asal-Usul Becekan (Memetri Kali)

Istilah Becekan berasal dari kata “becek” yang berarti basah atau penuh air. Dalam konteks ini, becekan merujuk pada harapan akan datangnya hujan yang cukup untuk menyuburkan tanah dan menjamin keberlangsungan hidup petani. Sedangkan memetri kali berarti “menjaga sungai”  baik secara fisik (tidak mengotori atau merusak sungai) maupun secara spiritual (memberikan penghormatan pada kekuatan yang diyakini menjaga sungai).

Tradisi ini lahir dari kearifan lokal masyarakat lereng Merapi yang hidup berdampingan dengan alam dan menjadikannya sebagai pusat kehidupan. Mereka menyadari bahwa air adalah berkah, tapi juga bisa menjadi murka jika tidak dijaga.

Oleh karena itu, sungai Gendol sebagai salah satu aliran besar dari Gunung Merapi—sering menjadi pusat perhatian dalam berbagai ritual, termasuk Becekan ini.

Masyarakat percaya bahwa di dalam air dan sungai, ada kekuatan halus (makhluk tak kasat mata) yang menjaga ekosistem. Dengan memberikan sesaji, mereka tidak hanya bersyukur, tetapi juga memohon izin agar alam memberi keberkahan, bukan bencana.

Sesaji dan Doa di Sumur dan Sungai

Puncak dari tradisi Becekan adalah prosesi penghantaran sesaji ke mata air, sumur tua, atau langsung ke aliran Kali Gendol. Sesaji yang dipersembahkan pun penuh makna simbolis dan spiritual, antara lain:

Tumpeng: Melambangkan harapan akan kelimpahan dan kesuburan.

Ingkung ayam kampung: Simbol ketundukan manusia kepada kehendak Tuhan dan permohonan keselamatan.

Kembang setaman dan air kelapa muda: Sebagai persembahan suci kepada roh penjaga air.

Lidi dan janur: Melambangkan penyucian dan pemagaran terhadap gangguan gaib.

Sesaji diletakkan di tempat-tempat yang dianggap sakral, seperti sumur tua, sendang, atau tepi sungai yang menjadi tempat berhentinya arus tenang.

Setelah sesaji dipersembahkan, warga berkumpul untuk memanjatkan doa bersama yang dipimpin oleh sesepuh atau juru kunci. Doa-doa tersebut berisi permohonan agar hujan segera turun secara merata, tidak membawa bencana, dan memberikan berkah bagi pertanian dan kehidupan masyarakat.

Kirab Budaya: Simbol Syukur dan Pelestarian

Becekan tidak hanya berbentuk ritual spiritual, tetapi juga dilengkapi dengan kirab budaya yang menjadi ajang kebersamaan dan ekspresi budaya lokal.

Kirab ini menampilkan barisan warga berpakaian adat Jawa, membawa gunungan hasil bumi, sesaji, serta alat pertanian tradisional seperti cangkul, sabit, dan caping. Gunungan sendiri melambangkan rasa syukur atas hasil panen dan harapan akan panen berikutnya.

Kirab biasanya dimulai dari balai desa dan berjalan menuju lokasi sungai atau sumur tempat prosesi puncak akan dilakukan.

Di sepanjang jalan, masyarakat menyaksikan dengan antusias, anak-anak berlarian, dan para orang tua memanjatkan harap. Tak jarang, dalam kirab ini juga ditampilkan kesenian tradisional seperti:

Jathilan atau kuda lumping: Melambangkan semangat petani dan kekuatan spiritual rakyat.

Gamelan dan tembang Jawa: Mengiringi langkah-langkah prosesi dalam nuansa sakral.

Wayang thengul atau ketoprak: Digelar setelah kirab sebagai hiburan sekaligus pembawa pesan moral tentang pentingnya menjaga alam.

Melalui kirab ini, nilai pelestarian lingkungan diajarkan secara simbolik dan menyenangkan, serta menumbuhkan rasa cinta terhadap alam dan budaya sendiri.

Nilai-Nilai yang Dihidupkan

Tradisi Becekan (Memetri Kali) mengandung banyak nilai luhur yang sangat relevan dalam kehidupan modern:

Kesadaran ekologis

Warga diajak untuk menjaga sungai, tidak membuang sampah sembarangan, tidak menebang pohon di sekitar aliran air, dan merawat sumber mata air sebagai sumber kehidupan.

Spiritualitas dan syukur

Dalam setiap sesaji dan doa, tersimpan kesadaran bahwa air adalah rahmat dari Tuhan yang patut disyukuri dan tidak disia-siakan.

Kebersamaan dan gotong royong

Tradisi ini mempertemukan seluruh lapisan masyarakat untuk bekerja bersama, dari menyiapkan sesaji hingga melestarikan seni budaya.

Pendidikan budaya

Anak-anak belajar melalui pengalaman langsung tentang pentingnya air, alam, dan tradisi. Mereka menjadi pewaris nilai, bukan hanya penonton.

Baca Juga: Filosofi Maskot

Penutup

Becekan (Memetri Kali) bukan sekadar upacara, tetapi seruan batin dari masyarakat yang memahami bahwa air adalah urat nadi kehidupan. Di tengah krisis lingkungan dan perubahan iklim, tradisi ini menjadi cermin bijak dari kearifan lokal yang mengajak kita kembali menyatu dengan alam, bersyukur, dan menjaga warisan bumi.

Sungai Gendol mungkin terlihat seperti aliran biasa, tapi bagi masyarakat lereng Merapi, ia adalah jiwa yang hidup yang harus dihormati, dijaga, dan disyukuri. Dan selama sesaji masih diletakkan di tepiannya, selama doa masih dipanjatkan untuk hujan dan kesuburan, maka Becekan akan terus mengalir seperti air sungai yang menyejukkan kehidupan.

Oleh: Ki Pekathik