
Tambak Kali: Upacara Adat Daerah Sleman, Yogyakarta – Di tengah hamparan sawah dan aliran sungai yang mengaliri lereng Gunung Merapi hingga dataran rendah Yogyakarta. Terdapat sebuah tradisi budaya yang mencerminkan hubungan spiritual masyarakat dengan air dan alam, yakni Tambak Kali.
Upacara adat ini diselenggarakan di berbagai wilayah di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, sebagai bentuk permohonan keselamatan, kelimpahan air, dan kemakmuran hidup masyarakat, khususnya para petani dan nelayan sungai.
Tambak Kali adalah cerminan dari kearifan lokal masyarakat agraris yang hidup berdampingan dengan alam dan memahami bahwa air merupakan sumber kehidupan utama.
Di dalamnya, tersimpan doa-doa, harapan, serta etika spiritual terhadap sungai sebagai bagian dari makhluk ciptaan Tuhan yang harus dihormati dan dijaga.
Makna dan Tujuan Upacara Tambak Kali
Kata “tambak” dalam bahasa Jawa berarti “memelihara” atau “menjaga”, sedangkan “kali” berarti sungai. Maka Tambak Kali dapat diartikan sebagai bentuk pemeliharaan sungai secara lahir dan batin, baik dalam makna fisik (tidak merusaknya) maupun spiritual (memohon berkah dan keselamatan dari alam).
Baca Juga:

Mitos Gunung Merapi Tradisi Lisan Masyarakat Dengan Alam https://sabilulhuda.org/mitos-gunung-merapi-tradisi-lisan-masyarakat-dengan-alam/
Tujuan utama dari upacara ini adalah:
1. Memohon keselamatan dari bencana yang berkaitan dengan air, seperti banjir, longsor, atau kekeringan.
2. Mengungkapkan rasa syukur atas air yang telah menghidupi pertanian, perikanan, dan kebutuhan harian warga.
3. Memohon kelimpahan rezeki dan kemakmuran, terutama hasil tani dan tangkapan sungai.
4. Menjaga keseimbangan antara manusia dan alam, sebagai wujud tanggung jawab terhadap ciptaan Tuhan.
Tambak Kali juga menjadi ruang kontemplatif yang mengingatkan masyarakat bahwa kehidupan tidak bisa dipisahkan dari air, dan bahwa kelestarian alam adalah tugas bersama.
Rangkaian Prosesi Upacara Tambak Kali
Tambak Kali biasanya di gelar setiap tahun, terutama menjelang musim tanam atau di awal musim hujan. Tempat yang di pilih adalah bantaran sungai, mata air, atau sendang (kolam alami) yang di anggap keramat dan memiliki nilai sejarah atau spiritual.
Beberapa titik yang sering menjadi lokasi Tambak Kali antara lain Sungai Code, Sungai Gendol, dan Sendang Banyurejo.
Rangkaian upacara meliputi beberapa tahap:
1. Persiapan Sesaji
Warga bersama tokoh adat menyiapkan ubarampe atau sesaji berupa:
Tumpeng dan ingkung ayam kampung (lambang syukur dan ketundukan),
Kembang setaman, air bunga, dan dupa,
Gunungan hasil bumi: sayur-mayur, buah, padi, dan palawija,
Kain putih dan janur sebagai perlambang kesucian dan keharmonisan.
Semua sesaji di kumpulkan di tepian sungai dan diarak dalam iring-iringan kirab budaya.
2. Kirab dan Pembacaan Doa
Iring-iringan warga mengenakan pakaian adat Jawa, membawa sesaji menuju lokasi sungai. Tiba di tempat, pemangku adat atau dukun upacara akan memimpin doa-doa, memohon keselamatan dan berkah untuk desa.
Doa ini di tujukan kepada Tuhan Yang Maha Esa, namun disampaikan pula kepada roh-roh penjaga sungai, sebagai bentuk penghormatan terhadap kekuatan alam yang tidak kasat mata.
3. Pelarungan Sesaji
Setelah doa selesai, sebagian sesaji—biasanya berupa bunga dan makanan kecil—di larung ke sungai. Ini melambangkan kembalinya rezeki kepada alam, serta harapan agar air tetap membawa berkah, bukan murka.
4. Kenduri dan Rebutan Gunungan
Sebagai penutup, di gelar kenduri bersama warga dan di lanjutkan dengan rebutan gunungan, yakni gunungan hasil bumi yang di perebutkan secara simbolik. Masyarakat percaya bahwa membawa pulang bagian dari gunungan akan mendatangkan keberkahan dan keselamatan bagi keluarga.
Tambak Kali sebagai Ruang Ekspresi Budaya
Selain ritual spiritual, Tambak Kali juga menjadi ajang ekspresi seni dan budaya. Beragam pertunjukan rakyat sering di gelar dalam rangkaian acara ini, seperti:
Gejog lesung: musik tradisional dari alat penumbuk padi.
Jathilan atau tari kuda lumping, menggambarkan semangat prajurit dan perlindungan desa.
Sholawatan dan mocopat, sebagai bentuk puji-pujian spiritual.
Anak-anak dan remaja sering di libatkan dalam kegiatan ini, baik sebagai peserta kirab, penyaji kesenian, atau panitia. Ini sekaligus menjadi sarana edukasi budaya dan pelestarian tradisi bagi generasi penerus.
Nilai-Nilai Luhur dalam Tambak Kali
Tradisi Tambak Kali mengandung banyak nilai luhur yang sangat relevan di masa kini:
1. Kesadaran ekologis
Mengajarkan bahwa sungai bukan tempat membuang sampah atau limbah, tapi makhluk hidup yang harus di jaga.
2. Spiritualitas dan rasa syukur
Air adalah rahmat Tuhan, dan penghormatan terhadapnya adalah wujud iman dan kearifan.
3. Gotong royong dan kebersamaan
Seluruh prosesi di lakukan bersama-sama, memperkuat ikatan sosial antar warga desa.
4. Kearifan lokal sebagai solusi krisis lingkungan
Dalam Tambak Kali, masyarakat membuktikan bahwa pelestarian alam bisa di lakukan dengan pendekatan budaya, bukan semata aturan pemerintah.
Baca Juga: Filosofi Maskot
Penutup
Di tengah ancaman krisis air, kerusakan lingkungan, dan bencana ekologi, tradisi ini menjadi seruan bijak untuk kembali ke akar: menghormati alam sebagai sahabat, bukan sekadar sumber daya.
Melalui doa, sesaji, dan gotong royong di tepian sungai, masyarakat Sleman menegaskan bahwa warisan budaya sebagai petunjuk hidup hari ini. Tambak Kali mengalirkan pesan: jaga air, jaga alam, dan jaga keseimbangan agar kehidupan tetap lestari.
Oleh: Ki Pekathik













