Sabilulhuda Yogyakarta: Mengapa Rahwana Disebut Dasamuka? Ternyata Ini Makna Filosofinya Menurut Jawa – Dalam kisah Ramayana, kita sudah mengenal tentang sosok Rahwana, yaitu raja Alengka yang sakti, gagah, namun juga dia sangat angkuh. Ia dikenal juga dengan nama Dasamuka atau Dasamuko, yang berarti berwajah sepuluh.
Sekilas, nama itu menggambarkan sosok yang menyeramkan. Tapi bagi orang Jawa, sepuluh wajah Rahwana bukan hanya sebatas rupa fisiknya saja. Tetapi merupakan simbol dari sepuluh nafsu dan sifat manusia yang hidup pada setiap orang.
Makna Sepuluh Wajah Menurut Jawa
Dasamuko terdiri dari 2 suku kata dasar, yaitu Kata dasa yang berarti sepuluh, dan Muka berarti wajah. Jadi makna dasamuko yang menjadi julukan Rahwana itu melambangkan sepuluh nafsu manusia yang sering muncul pada seseorang entah itu amarah, iri, keserakahan, kesombongan, kebingungan, ego tinggi, dan lainnya.
Baca Juga:
Kalau kita perhatikan, sepuluh wajah itu sebenarnya menggambarkan tentang perjuangan batin dari manusia dalam keseharianya.
Kadang kita marah, lalu menyesal. Kadang merasa benar sendiri, lalu sadar bahwa kita keliru. Di situlah wajah-wajah Rahwana muncul, bukan dari luar, tapi dari dalam diri kita sendiri.
Maka orang Jawa punya ungkapan “ngeli nanging ora keli” yang berarti ikut arus, tapi tidak hanyut.
Artinya, kita boleh hidup di tengah dunia dan segala godaannya, tapi jangan sampai kita dikuasai oleh hawa nafsu. Rahwana itu gagal pada titik ini. Sehingga ia terlalu larut dalam keinginan dan cintanya pada Sinta, sampai lupa pada keseimbangan dirinya sendiri.
Ngalah, Ngalih, Ngamuk
Falsafah Jawa juga mengenal tentang tiga langkah batin seseorang yaitu, ngalah, ngalih, dan ngamuk.
- Ngalah artinya menahan diri, bukan menyerah.
 
- Ngalih berarti menghindar dari perkara yang bisa menjerumuskan hati.
 
- Ngamuk adalah ledakan terakhir ketika dua cara yang sebelumnya tak lagi mampu untuk menahan kebenaran yang ditekan.
 
Rahwana justru membalik urutan itu. Ia langsung ngamuk sebelum sempat ngalah dan ngalih. Kisah rahwana tentang cintanya pada Sinta itu berubah menjadi obsesi, dan obsesi itu sehingga ia membakar Alengka, yaitu kerajaannya sendiri.
Bagi orang Jawa, Rahwana bukan hanya sebagai lambang kejahatan, tetapi juga sebagai pengingat bahwa kecerdasan dan kesaktian tidak ada artinya tanpa adanya kendali diri.
Baca Juga:
Menjadi Rama Dalam Diri
Dalam hidup, kita semua sedikit banyak punya sisi Rahwana, yaitu sisi yang mudah marah, kita ingin diakui, dan sulit untuk mengalah.
Namun dengan hidup mengajarkan kepada kita bahwa menjadi manusia sejati itu bukan soal seberapa kuat atau pandainya kita, tetapi seberapa mampu kita dalam mengendalikan diri.
Orang Jawa menyebutnya “ngudi kasampurnan” (perjalanan mencari kesempurnaan batin). Dan perjalanan itu kita mulai dengan mengenali sepuluh wajah dalam diri kita sendiri.
Ketika kita belajar menahan diri (ngalah), menjauh dari godaan (ngalih), dan hanya “ngamuk” untuk kebenaran,
maka sebenarnya kita sedang menapaki jalan menuju ketenangan yang sesungguhnya.
Kita semua mungkin terlahir dengan membawa sifat-sifat dari Rahwana, tetapi hidup memberi kesempatan agar perlahan kita belajar menjadi Rama. Dia menang bukan karena berperang, tapi karena menang atas dirinya sendiri.
“Saben manungsa iku Rahwana, nganti dheweke ngerti carane dadi Rama.”
(Setiap manusia adalah Rahwana, sampai ia belajar menjadi Rama.)
Baca Juga: 35 Perilaku Buruk yang Bisa Menghalangi Datangnya Rezeki















